Suar.ID - Nama Hengky Kurniawan menjadi terkenal setelah kerap muncul di layar televisi.
Apalagi bagi kita yang sering menonton televisi di tahun 2002-2017.
Wajahnya kerap muncul sebagai pemain sinetron, FTV, dan bintang iklan.
Belum lama ini, nama Hengky Kurniawan kembali menjadi sorotan.
Lama bergelut di dunia akting, kini Hengky Kurniawan mencoba peruntungan di dunia politik.
Kontras dengan perjalanan kariernya yang mulus, pernikahan Hengky dengan Christy Jusung justru kandas di meja hijau.
Meski demikian, duda satu anak ini kembali menikah dengan artis pendatang baru, Sonya Fatmala.
Kini Hengky bekerja sebagai pejabat dengan posisinya sebagai Wakil Bupati.
Namun, siapa sangka dulu kehidupannya semasa kecil sangat keras hingga terbiasa kerja sejak duduk di bangku sekolah.
"Saya bukan dari keluarga mampu, Mbak. Ayah saya sopir angkot," ujar Hengky dilansir dari Kompas.com, Jumat (12/07).
Ia bersama orangtua dan empat kakaknya tinggal di rumah sederhana warisan sang nenek.
Rumah itu hanya memiliki dua kamar, jadi saat malam tiba, sebagian tidur di kamar, sebagian lagi di ruang tengah.
Karena keterbatasan ekonomi pula, keluarga ini jarang membeli barang, termasuk baju.
Makanya baju-baju yang dipakai Hengky saat kecil merupakan baju turunan dari kakak-kakaknya.
“Apalagi mainan. Sampai nangis-nangis pun tidak akan dibelikan karena nggak ada uang,” ucapnya.
Melansir dari Sajian Sedap, untuk membantu perekonomian keluarga, kakak Hengky yang pertama dan kedua harus rela menjadi kernet sedangkan ia sendiri belum bisa membantu lantaran masih kecil.
Beberapa tahun kemudian, sang ayah, Leo Medhi Purwanto, banting setir.
Ia memilih menjadi pemasok makanan ringan (snack), dengan mengambil barang dari pasar kemudian dimasukkan ke warung-warung.
“Saat itu sudah kelas 1 SD. Kalau di rumah ada stok barang, saya suka bawa chiki dan permen ke sekolah.
Lalu saya jualan di sana dan margin keuntungannya buat saya,” tuturnya.
Selain makanan ringan dan permen, Hengky juga berjualan es sirup.
Es itu ia buat bersama kakak-kakaknya dan dijual di sekolah hingga kelas 6 SD.
Memasuki SMP, pria kelahiran Blitar, 21 Oktober 1982 ini mengganti barang dagangan.
Saat itu ia lebih suka membuat stiker kemudian dijual ke teman-teman kelasnya.
Saat SMP ini pula Hengky remaja mulai menjadi pemulung, namun bukan pemulung keliling, tapi memungut sampah di gedung serbaguna depan rumahnya.
“Rumah saya dekat Gedung Pemuda, gedung serbaguna yang besar. Dalam seminggu suka ada tiga kali acara.
Apalagi pas weekend banyak orang berada menikah di sana,” ucapnya.
Biasanya, sampah-sampah nikahan seperti kardus, gelas air mineral, dan lainnya dibiarkan begitu saja.
Itulah yang dikumpulkan Hengky dan teman-teman di kampungnya untuk dijual.
Memasuki SMA, pekerjaan Hengky bertambah seiring bisnis barunya sang ayah menjadi agen oli motor.
Setiap hari, ia mengendarai pikap untuk memasukkan oli ke warung-warung.
Dus oli itu tidak diturunkan di warung, tapi dikumpulkan Hengky dan dijual.
Hasilnya sekitar Rp 150.000 per bulan, uang yang cukup besar di tahun 1998.
Hasil dari penjualan dus-dus itu, ia jadikan modal untuk menyuplai alat tulis kantor (ATK) ke koperasi sekolahnya.
Lulus SMA, keinginannya untuk kuliah sangat besar terlebih lagi ia memiliki cita-cita untuk menjadi duta besar.
Ia merantau dari Blitar ke Jakarta dengan berbekal uang tabungan hasil penjualan kardus yang dikumpulkan sejak SMP.
Di Jakarta, Hengky mengambil kuliah jurusan politik, ia pun bertahan hidup dengan menjadi cady golf, sopir, numpang makan sana-sini.
Artikel ini telah tayang di GridHype.ID dengan judulKini Jabatannya Wakil Bupati, Siapa Sangka Dulu Hengky Kurniawan Pernah Jadi Pemulung