Dia belajar teori politik Marxis melalui Perhimpunan Demokratik Sosial Hindia Belanda (yang belakangan berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia).
Dalam aktivitas politiknya itu, dia mulai berkenalan dengan orang-orang yang memainkan peranan penting dalam politik Indonesia, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, Bung Karno, Bung Hatta, dan Mohammad Yamin.
Meskipun dia seorang Marxis dan anggota Komunis Internasional (Komintern), Aidit mengikuti paham Marhaenisme Soekarno.
Ia membiarkan partainya berkembang tanpa menunjukkan keinginan untuk merebut kekuasaan.
Sebagai dukungannya terhadap Soekarno, dia berhasil menjadi Sekjen PKI hingga Ketua.
Di bawah kepemimpinannya, PKI menjadi partai komunis ketiga terbesar di dunia, setelah Uni Soviet dan RRT.
Aidit mengembangkan sejumlah program untuk berbagai kelompok masyarakat, seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia (BTI), dan Lekra.
Dalam kampanye Pemilu 1955, Aidit dan PKI berhasil memperoleh banyak pengikut dan dukungan.
Lantaran, program-program mereka untuk rakyat kecil di Indonesia.
Dalam dasawarsa berikutnya, PKI menjadi pengimbang dari unsur-unsur konservatif di antara partai-partai politik Islam dan militer.
Kemudian pada 1965, PKI menjadi partai politik terbesar di Indonesia.