Terlebih ada transaksi di rekening Brigadir J 3 hari usai almarhum ini meninggal dunia.
Transaksi ini diketahui senilai Rp200 juta dan dikirim dari rekening Brigadir J ke Bripka RR.
“Ya itu ada pelanggaran ya tentu saja, kan kita tahu yang namanya bikin rekening itu harus atas nama dirinya, pakai KTP dia,” kata Yenti Garnasih.
Masih kata dia, selain itu kala pemilik ATM ini meninggal dunia, maka pihak bank seharusnya bisa ambil tindakan.
“Harusnya yang mengeluarkan uang di tanggal 11 sementara di tanggal 8 itu meninggal, itu harusnya ahli waris, nah ahli warisnya siapa,” jelas dia.
Tak sampai disitu, ia juga merasa curiga adanya modus Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU dalam kasus ini.
“Modus-modus seperti ini kok jadi seperti modusnya TPPU ya, jadi orang-orang yang melakukan kejahatan itu biasanya minta KTP anak buahnya atau bahkan cleaning service, KTP-nya dipakai untuk buka rekening kemudian langsung diambil dia, baik rekeningnya maupun ATM-nya,” tutur dia.
Ia bahkan mengatakan kalau bisa jadi para ajudannya ini tak tahu kalau ada ATM atas nama dirinya.
“Bisa jadi yang dipinjam adalah KTP-nya saja, saya tidak tahu waktu bikin rekeningnya seperti apa,” ungkap dia.
Selanjutnya, ia pun beberkan kalau salah satu ciri yang paling penting untuk TPPU ini adalah adanya transaksi yang mencurigakan.
“Nah dalam hal ini dilihat yang mencurigakan apa.