Mereka mendapat tangkapan yang bagus hari itu, dan dalam perjalanan pulang mereka duduk di bawah pohon asam tua, di mana mereka menyalakan api untuk memanggang ikan dan mulai minum tuak.
"Beberapa jam kemudian, saat meninggalkan tempat itu, kami lupa memadamkan api," kata Buru-Bara kepada Mongabay.
"Api segera menyebar ke pohon asam dan membakarnya menjadi abu," ungkapnya.
Akibat kelalaian mereka itu, Buru-Bara dan teman-temannya harus menghadiri pertemuan dan membayar denda.
Pembakaran pohon, meskipun tidak disengaja, dapat membuat lima orang tersebut membayar denda masing-masing setara dengan $60, jumlah yang disebut upah bulanan rata-rata untuk negara ini.
Pohon yang tak sengaja mereka bakar telah dinyatakan keramat, dan orang Timor Leste dilarang merusaknya di bawah Tara Bandu.
Beberapa hari setelah kejadian itu, di sebuah pertemuan di halaman gereja desa mereka di Biacou, para pemimpin desa menjatuhkan hukuman.
Kelima orang itu tanpa ragu membayar denda, kata Buru-Bara, karena melanggar tara bandu adalah perbuatan asusila dalam tradisi Maubere.
"Ini sangat tidak menghormati Rai na'in [roh tanah] dan masyarakat, dan seseorang harus memperbaikinya dengan cara apa pun," kata Buru-Bara.
Tara Bandu sendiri menuai pro dan kontra di tengah masyarakat Timor Leste.