Suar.ID - Timor Leste tentu juga mempunyai adat istiadat yang berlaku untuk masyarakatnya seperti negara-negara lainnya.
Salah satu yang sempat menuai pro kontra adalah sebuah hukum adat bernama Tara Bandu.
Melansir mongabay.com (26/10/2018), Tara Bandu adalah hukum adatyang berlaku bagi berbagai kelompok etnis asli Timor Leste, yang secara kolektif menyebut diri mereka sebagai Maubere.
Tara Bandu dilarang selama dua setengah dekade pendudukan Indonesia di Timor Leste, namun sejak negara itu merdeka pada 2002, tradisi itu dihidupkan kembali.
Dihidupkannya kembali Tara Bandu merupakan upaya untuk mengendalikan eksploitasi sumber daya laut dan daratnya.
Ya, hukum adat ini merupakan hukum adat yang mengatur sanksi untuk mereka yang dianggap merusak lingkungan.
Bahkan, sanksi akan diberlakukan kepada semua para pelanggar terlepas mereka sengaja atau tidak melakukannya.
Seperti pengalaman lima warga Timor Leste ini yang tak sengaja meninggalkan meninggalkan api di tempat mereka memancing.
Diceritakan, pada bulan Oktober 2012, Buru-Bara yang berusia 43 tahun dan empat warga desanya pergi memancing di perairan pantai utara Timor-Leste.
Mereka mendapat tangkapan yang bagus hari itu, dan dalam perjalanan pulang mereka duduk di bawah pohon asam tua, di mana mereka menyalakan api untuk memanggang ikan dan mulai minum tuak.
"Beberapa jam kemudian, saat meninggalkan tempat itu, kami lupa memadamkan api," kata Buru-Bara kepada Mongabay.
"Api segera menyebar ke pohon asam dan membakarnya menjadi abu," ungkapnya.
Akibat kelalaian mereka itu, Buru-Bara dan teman-temannya harus menghadiri pertemuan dan membayar denda.
Pembakaran pohon, meskipun tidak disengaja, dapat membuat lima orang tersebut membayar denda masing-masing setara dengan $60, jumlah yang disebut upah bulanan rata-rata untuk negara ini.
Pohon yang tak sengaja mereka bakar telah dinyatakan keramat, dan orang Timor Leste dilarang merusaknya di bawah Tara Bandu.
Beberapa hari setelah kejadian itu, di sebuah pertemuan di halaman gereja desa mereka di Biacou, para pemimpin desa menjatuhkan hukuman.
Kelima orang itu tanpa ragu membayar denda, kata Buru-Bara, karena melanggar tara bandu adalah perbuatan asusila dalam tradisi Maubere.
"Ini sangat tidak menghormati Rai na'in [roh tanah] dan masyarakat, dan seseorang harus memperbaikinya dengan cara apa pun," kata Buru-Bara.
Tara Bandu sendiri menuai pro dan kontra di tengah masyarakat Timor Leste.
Ada tanda-tanda tara bandu memiliki efek positif pada hutan bakau, hutan dan terumbu di Biacou.
Tetapi, tidak semua orang senang dengan hasilnya karena mata pencaharian beberapa orang telah terkena dampak buruk: pemulung karang, pembuat garam, dan nelayan.
Meski begitu, bagi banyak orang di Biacou dan di tempat lain di bekas wilayah Indonesia ini, hukum adat Tara Bandu menawarkan jalan menuju pengembangan model pemanfaatan sumber daya alam yang dipimpin oleh masyarakat yang berkelanjutan.
Tara bandu belum menerima sanksi hukum formal di bawah Konstitusi Timor-Leste, tetapi pemerintah mendorong masyarakat lokal dan LSM untuk menggunakannya untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam, menurut Pedro Rodrigues, seorang suku Maubere dan pakar perikanan di Kementerian Pertanian dan Perikanan Timor-Leste (MAF).
"Perjalanan negara masih panjang untuk membuat sistem peradilan formal tersedia di daerah pedesaan," dan tara bandu membantu mengisi kesenjangan, katanya.