Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Siapa Menyangka, Pendeta AS Menjelma Menjadi Predator Anak di Timor Leste Berkedok Agama, Nasib Para Korban Justru Tak Terduga

Rahma Imanina Hasfi - Selasa, 14 Desember 2021 | 13:05
Ilustrasi Pencabulan - pendeta menjelma menjadi predator anak di Timor Leste
KOMPAS.COM/HANDOUT

Ilustrasi Pencabulan - pendeta menjelma menjadi predator anak di Timor Leste

"JU,S mendesak masyarakat untuk menahan diri dalam menerbitkan pernyataan yang ditujukan untuk merendahkan, mengintimidasi, dan melecehkan saudara perempuan kita karena semata-mata memilih untuk menggunakan prosedur hukum yang tersedia untuk menuntut ganti rugi atas hak-hak mereka," kata lembaga itu.

Selama persidangan, dari 14 korban didengar, delapan di antaranya diminta untuk bersaksi tanpa kehadiran Daschbach di ruang sidang.

JU,S dalam pernyataannya menyatakan, upaya membawa kasus ini ke pengadilan telah dilalui dengan banyak tantangan.

"Ini termasuk pesan-pesan kebencian dan xenophobia, hasutan kekerasan di media sosial dan di dalam komunitas lokal terhadap staf JU,S, dan ancaman langsung oleh terdakwa untuk membunuh salah satu mitra perusahaan," katanya.

"Selain itu, tuduhan palsu terhadap JU,S dan informasi menyesatkan mengenai kasus ini sering terjadi, dipublikasikan melalui platform yang disediakan oleh outlet berita online lokal tertentu. Ancaman dan pelecehan diintensifkan dengan dimulainya sidang pada Februari 2021," tambah mereka.

Lembaga itu menyatakan, tekanan yang mereka dan para terduga korban alami merupakan bukti kenyataan bahwa stereotip gender masih lazim di masyarakat Timor.

"Sejumlah stereotip yang terungkap melalui kasus ini antara lain persepsi bahwa nilai seorang wanita diukur dari keperawanannya dan kecurigaan semata-mata telah mengalami pelecehan seksual mengurangi martabatnya sebagai manusia, gagasan bahwa jika ada penundaan dalam melaporkan kekerasan seksual, tuduhan itu harus palsu, bahwa untuk kejahatan seperti pelecehan seksual untuk dibuktikan harus memerlukan saksi langsung karena kata-kata seorang wanita terhadap seorang pria tidak pernah cukup untuk menunjukkan tindakan kriminal pria dan akhirnya untuk korban kekerasan berbasis gender untuk percaya dia tidak punya pilihan lain selain mengungkapkan identitasnya," kata mereka.

"Pada gambaran yang lebih besar, keberadaan stereotip ini akan terus menjadi tantangan bagi upaya menjamin persamaan hak antara perempuan dan laki-laki di semua sektor masyarakat kita," kata mereka.

Baca Juga: Benar-benar Musuh Dalam Selimut, Dulu Bantu Usir Indonesia Dari Timor Leste Sekarang Australia Malah Keruk Minyak Bumi Lorosae Yang Sedang Dilanda Kemiskinan

Editor : Suar

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Hot Topic

Tag Popular

x