Suar.ID -Belum lama ini banyak orang dibuat terkejut dengan penangkapan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah.
Bagaimana tidak, saat masih menjabat sebagai Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah ini dikenal pemimpin dengan segudang prestasi malah kini jadi tersangka kasus dugaan suap.
Sebelumnya, ia bahkan juga mendapatkan penghargaan tokoh anti-korupsi.
Namun Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, sosok asli Nurdin ternyata tidak seperti apa yang dilihat oleh publik.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Nurul dalam acara Sapa Indonesia Pagi Kompastv, Senin (1/3/2021).
Nurul mengatakan, Nurdin bukan kali pertama ini tersandung masalah.
Rekam jejak Nurdin sejak masih menjabat di Bantaeng sebagai bupati, disebut Nurul tidak semulus yang nampak di publik.
"Bahwa kemudian seakan-akan pada saat masalahnya Pak NA ini hanya ketika masuk pada kancah yang lebih tinggi yaitu di provinsi," ujar Nurul.
"Bahwa kemudian sebelumnya pada saat di Bantaeng, seakan-akan mulus."
"Nanti kami akan buktikan bahwa ternyata itu tidak," tegas Nurul.
Kongkalikong Pengusaha-Penguasa
Nurul kemudian menyoroti hubungan antara penguasa di pemerintahan dengan pengusaha, yang ia sebut menjadi pemicu timbulnya kejahatan.
"Yang terjadi di Indonesia ini sampai sejauh ini adalah adanya relasi yang buruk antara pengusaha dan penguasa," ujar dia.
Ia menyayangkan adanya budaya buruk dalam hubungan antara penguasa dan pengusaha.
"Di Indonesia ini bisnis itu seakan-akan selalu untuk mulus harus ada backing penguasa, itu yang kayaknya perlu pembenahan," jelas Nurul.
Nurul mengatakan, KPK nanti juga ingin membenahi dunia bisnis di Indonesia, tidak hanya pemerintahannya saja.
"Sehingga kepada siapapun penguasanya, pengusaha itu selalu kemudian berselingkuh," kata Nurul.
Berdasarkan penjelasan Nurul, akan sulit menghilangkan budaya korupsi jika dunia bisnis tidak dibenahi.
Nurul menjelaskan, penguasa tentu membutuhkan dana besar untuk kepentingan elektoral dan elektabilitas.
"Ketika butuh dana maka kemudian dia butuh relasi yang baik dengan pengusaha," ungkapnya.
Ia juga menjelaskan soal budaya pengusaha mendekati penguasa supaya berhasil mendapat garapan proyek.
"Sebaliknya, pengusaha seakan-akan untuk dapat proyek, juga butuh backup penguasa," papar Nurul.
"Ini yang kemudian relasi yang sepertinya benar saja secara bisnis tapi kemudian mengakibatkan ganjaran tindak pidana korupsi," pungkas Nurul.
Terakhir, Nurul menyoroti soal sistem politik di Indonesia yang masih membutuhkan biaya tinggi bagi mereka yang ingin berpartisipasi.