Harga itulah yang juga menjadi pertimbangan memilih membuka warung mi ayam dan bakso.
Sebab, jika memilih makanan lain belum tentu bisa memberi harga yang murah per mangkoknya.
Penamaan telolet ini, lanjutnya, datang dengan sendirinya.
Nama itu dipilih karena lucu dan mudah diingat oleh orang.
"Waktu kami buka memang cari nama, nah sempat kepikiran bikin nama mi ayam bakso Amsterdam atau apa tetapi kami berpikir otomatis ekspektasi orang harus ada rasa Belanda."
"Akhirnya enggak tau aja tiba-tiba kami dapat telolet dan kami berdua cocok dengan itu dan lucu aja," urainya.
Diakuinya, diterapkan Pembatasan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PSTKM) di Sleman menyebabkan penurunan pembeli.
Meski pembeli menurun, Charlotte Peeters dan suaminya tidak pernah menyerah.
Ia tetap terus menjalankan usahanya.
Hingga akhirnya, warung mi ayam baksonya menjadi viral di media sosial.
Sejak itu, pembeli di warungnya mulai naik kembali.
"Saat ini minggu ini setiap hari Rp 700.000-Rp 800.000 omzetnya, tetapi sebelumnya anjlok, sehari hanya Rp 150.000 karena memang ada pembatasan secara terbatas itu terasa langsung. Tetapi paling penting kita jangan sampai give up, lanjut terus," tegasnya.