Pada Masa Soekarno, Indonesiadibekali oleh Moskow dengan peralatan militer canggih yang jauh lebih baik daripada Australia.
Ini termasuk 25 pembom Badger, 68 pesawat tempur MiG, satu kapal penjelajah Sverdlov, 15 kapal perusak, dan 12 kapal selam kelas Whiskey.
Akibatnya, Australia memutuskan untuk memesan pesawat pengebom F-111 yang mampu melakukan misi pengeboman ke Jakarta dan kembali tanpa mengisi bahan bakar dari lapangan udara di utara Australia.
Austraia juga memesan kapal selam kelas Oberon dan kapal perusak berpeluru kendali kelas Charles F. Adams.
Semua itu tiba-tiba berubah pada tahun 1965 ketika Sukarno digulingkan oleh Soeharto yang memperkenalkan pemerintahan militer yang pro-Barat.
Jadi, dari 1965 hingga 1998 Australia tidak mengalami ancaman militer dari Indonesia, era yang diklaim oleh Paul Keating sebagai keuntungan strategis terbesar yang pernah diberikan kepada Australia.
Meski rezim telah berubahperbedaan padangan Australia dengan Indonesia mengenai masalah Timor Timur, Irian Jaya dan Papua Nugini, dan kebebasan navigasi melalui selat Indonesia.
Membawanya ke arah ketegangan baru, di mana lagi-lagi Australia merasa terancam dengan Indonesia.
Sejak penggulingan rezim militer otoriter Presiden Soeharto pada tahun 1998, Indonesia telah membuat kemajuan luar biasa dengan demokrasi barunya dan pertumbuhan masyarakat sipil.
Pertumbuhan Islam ke arah ekstrem dan tindak kekerasan massa dan premanisme, mengancam institusi demokrasi Indonesia.
Seperti yang diamati oleh Greg Fealy, demokrasi Indonesia sekarang sudah tercemar parah.