"Selama ini tanah jarang belum dioptimalkan oleh perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia, belum ada yang fokus usaha di pertambangan rare earth. Hanya dianggap sebagai produk sampingan dari timah," terang Arif dihubungi Kompas.com, Rabu (24/6/2020).
Selain di Bangka Belitung, lanjut dia, rare earth juga banyak ditemukan di daratan Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Namun jenis mineralnya penyusunnya berbeda dengan yang ditemukan di pertambangan milik PT Timah (Persero) Tbk.
"Rare earth juga mudah ditemukan di Kalteng dan Kalbar, namun berbeda dengan di Bangka Belitung, di Kalimantan mineral ini berasal dari zirkonium," jelas Arif.
Ketua Indonesian Mining Institute (IMI) ini berujar, rare earth adalah logam yang memiliki peran sangat strategis di masa depan.
Ini karena hampir seluruh perangkat elektronik dengan teknologi tinggi, membutuhkan logam tanah jarang.
Logam tanah jarang juga bisa bersifat radioaktif, dan mengandung oksida yang tinggi.
"Rare earth banyak dipakai untuk pembuatan mobil listrik, handphone, sensor, (perangkat) komputer, super konduktor, dan berbagai keperluan militer," ungkap Arif.
Namun yang perlu digarisbawahi, sambungnya, Indonesia tidak memiliki cadangan rare earth yang melimpah.
Selain itu, rare earth juga lebih banyak terkonsentrasi di Bangka Belitung, Kalteng, dan Kalbar.
Jadi meski dioptimalkan sekalipun, produksi mineral tanah jarang di Indonesia tak terlalu signifikan di pasar global.