Tidak Ada Pencukilan Mata
Cerita “pencungkilan” mata dan “pemotongan” penis sejatinya sudah terlebih dahulu terdengar di masyarakat sekitar.
Tepatnya setelah para korban G30S ditemukan di dalam sumur di Lubang Buaya, Jakarta Timur, 4 Okotober 1965.
Tujuh mayat jenderal itu lantas dibawa ke RSPAD guna diotopsi.
Untuk menangani mayat-mayat tersebut, dibuatlah tim yang terdiri dari dua dokter RSPAD, yaitu dr Brigjen. Roebiono Kartopati dan dr. Kolonel. Frans Pattiasina; lalu ada tiga dari Ilmu Kedokteran Kehakiman UI, Prof. dr. Sutomi Tjokronegoro, dr. Liau Yan Siang, dan dr. Lim Joe Thay.
Mereka bekerja delapan jam dari sore 4 Okotber sampai 5 Okober 1945 dini hari di kamar mayat RSPAD.
Sesuai perintah, tim ini mengidentifikasi korban dan melakukan autopsi bagian luar jenazah.
Dari identifikasi itu, tim berkesimpulan, para jenderal tersebut mendapat penyiksaan sebelum dibunuh dan dikubur dalam sumur tua di Lubang Buaya.
Tapi, ada fakta baru, tidak ditemukan sama sekali bukti bahwa mereka dicungkil matanya dan dipotong penisnya.
Penemuan itu bukan berita baik tentunya bagi tim tersebut, justru membuat mereka tertekan.