Kondisi dan perlakukan tersebut berlangsung hingga ia menjadi siswi SMA.
Selepas SMA perempuan ini dimasukkan ke lembaga bimbel dalam rangka persiapan masuk fakultas kedokteran (FK) sesuai cita-cita sang ibundanya.
Padahal saat itu dirinya telah dinyatakan bebas tes untuk masuk ke kampus negeri.
"Setiap saya menyampaikan perasaan saya orang tua akan mengecap saya anak durhaka," imbuhnya.
Singkat cerita, setelah mengikuti tes masuk FK dirinya dinyatakan tidak lulus dan diterima di fakultas kesehatan masyarakat.
Pembicaraan pelik terjadi antara perempuan ini dengan orang tuanya mewarnai perjalanan sebelum masuk jenjang perguruan tinggi.
Akhirnya ia diperbolehkan untuk berkuliah di fakultas kesehatan masyarakat, dan harus mempertahankan kelulusan bebas tes di universitas sebelumnya.
"Jadi saya harus kuliah di dua kampus negeri berbeda, yang jadwal kuliah yang berbeda dan jarak kampus yang cukup jauh."
"Saya menolak? Tidak saya pasrah menjalaninya," katanya.
Di usia 16 tahun itu, dirinya mengaku berat menjalani beban dengan berkuliah di dua kampus berbeda sendirian di kota metropolitan.