Melansir dari Tribun Padang, AKP Deny Akhmad mengatakan, awalnya EPS dan ROP diduga pasangan homoseksual yang nekat melakukan aktivitas seks di rumah ibadah.
Namun, setelah dilakukan penyelidikan oleh pihaknya, ternyata EPS memaksa ROP untuk berhubungan sejenis di dalam Mushola.

Ilustrasi Mushola.
"Saat diserahkan ke polisi disebut pasangan LGBT, namun setelah diperiksa ternyata EPS melakukan pemaksaan kepada korban," katanya.
Dengan adanya unsur pemaksaan itu, sambungnya, maka EPS dinilai dapat dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.
"Ada unsur pemaksaan untuk melakukan hubungan seksual sejenis. EPS memaksa ROP yang merupakan anak di bawah umur,"ujar AKP Deny Akhmad.
Atas perbuatannya, polisi menjerat ESP dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar.
Sementara untuk korban sendiri direhabilitasi ke Dinas Sosial Kabupaten Solok, Sumbar.
"Korban sudah kita bawa ke Dinas Sosial untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Dia masih anak-anak dan menjadi korban pencabulan," katanya.(*)