"Mereka meminta istri ke pimpinan asrama kami karena pimpinan asrama kami punya daftar siapa saja yang masih single dan yang janda," kata Nurshadrina.
"Mereka datang, 'saya mau yang ini', datang pagi-pagi untuk melamar dan sorenya sudah minta jawaban," katanya.
"Secepat itu minta jawaban, harus kawin. Saya secara pribadi fighter ISIS itu menganggap perempuan hanyalah sebagai pabrik anak saja."
Nurshadrina mengatakan bahwa di ISIS seolah-olah jihad hanya nikah.
"Dalam hati aku mikir kok bagi mereka jihad itu hanya nikah doang," ujarnya.
Nurshadrina menilai ISIS memperlakukan perempuan seperti pabrik anak.
Setelah satu tahun berada di sana Nurshadrina baru menyadari bahwa tindakan ISIS sangat jauh berbeda dengan ajaran Islam.
Warga asli Suriah diperlakukan dengan kejam jika berani menentang ISIS.
Kaum laki-laki dipaksa untuk berperang dan kaum perempuan hanya dijadikan obyek pemuas nafsu oleh para pejuang ISIS.
"Aku bisa bilang mereka pembohong besar," kata dia.
Nurshadrina mengatakan bahwa kehidupan di sana jauh dari kehidupan Islami.