Evi menjelaskan, nantinya, partai politik akan diminta membuat semacam pakta integritas untuk tidak akan mencalonkan mantan napi korupsi di Pilkada.
Tetapi, jika partai tetap mencalonkan eks koruptor, tidak akan membawa dampak hukum apapun.
"Sifatnya diutamakan dan mengutamakan," ujar Evi.
Ditetapkan sebagai tersangka
Sikap Wahyu terhadap mantan napi korupsi yang hendak ikut Pilkada seolah menjadi ironi setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka suap.
Wahyu menjadi tersangka karena disangkakan menerima suap dengan menjanjikan politisi PDI-P Harun Masiku agar ditetapkan menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024.
Menurut Wakil Ketua KPK Lily Pintauli Siregar, Wahyu diduga meminta uang hingga Rp 900 juta ke Harun.
"Untuk membantu penetapan HAR (Harun Masiku) sebagai anggota DPR-RI pengganti antar-waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp 900 juta," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis.
Lili mengatakan, penerimaan uang tersebut dilakukan dalam dua tahap yaitu pada pertengahan Desember 2019 dan akhir Desember 2019.
"Pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana yang sedang didalami KPK memberikan uang Rp 400 juta yang ditujukan pada WSE (Wahyu) melalui ATF (mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina), DON (Doni) dan SAE (Saeful)," ujarnya.
Dari penyerahan uang itu, Wahyu telah menerima uang Rp 200 juta.
Uang diterimanya dari Agustiani di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.