Sebab, tanpa adanya larangan itu, KPU menilai masyarakat belum mampu memilih calon pemimpin yang terbaik.
Menurut Wahyu, sekalipun nantinya aturan tersebut tidak dimuat di Undang-undang Pilkada, ada undang-undang atau aturan lainnya yang berhubungan dengan pencegahan korupsi, yang bisa menjadi landasan PKPU larangan eks koruptor mencalonkan diri.
"Kemudian ada UU untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, itu kan juga UU, itu kan juga landasan hukum. Dalam menjalankan aturan main Pilkada, kan juga tetap berlaku UU lain yang meskipun secara tidak langsung itu mengatur KPU," ujarnya.
Wahyu menambahkan, dengan adanya undang-undang tentang pemberantasan korupsi di luar UU Pilkada, pelarangan eks koruptor maju di Pilkada menjadi sah dan bukan bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
"Sebagai contoh, dalam pemilu presiden dan wakil presiden itu salah satu syaratnya calon presiden maupun cawapres itu belum pernah korupsi. (Pilkada) ini kan pemilu juga. Kalau kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? kan tidak," kata Wahyu.
Bandingkan dengan pezina
Wahyu juga sempat mengatakan, seorang pezina, pemabuk, dan pejudi saja tidak diperbolehkan mencalonkan diri di Pilkada, apalagi seorang mantan napi korupsi yang daya rusak sosialnya tinggi.
"Saya tidak mengecilkan pelanggaran asusila tidak, tetapi bisa dibayangkan kalau kemudian orang yang berjudi saja terbukti bahwa dia berjudi, melanggar hukum saja tidak boleh menjadi calon, bagaimana dengan mantan korupsi. Logikanya di mana?," ucap Wahyu, Selasa (5/11/2019).
Larangan seorang pezina, pemabuk, hingga pejudi maju sebagai calon kepala daerah tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 7 huruf i Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 menyebutkan, warga negara Indonesia yang dapat menjadi calon gubernur, calon bupati, dan calon wali kota adalah yang tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Adapun perbuatan tercela yang dimaksud adalah judi, mabuk, pemakai atau pengedar narkoba, berzina, dan perbuatan yang melanggar kesusilaan lainnya.