Follow Us

Bukannya Diberi Pertolongan, Bayi Aneh dari India Ini Justru Jadi Bahan Tontonan Warga dan Disebut Makan Usus Ibunya, Beginilah yang Sebenarnya Terjadi pada si Bayi

Moh. Habib Asyhad - Sabtu, 30 November 2019 | 05:15
bayi di india yang disebut makan usus ibunya
kompas.com

bayi di india yang disebut makan usus ibunya

SUAR.ID - Bukannya diberi pertolongan, bayi aneh asal India ini justru menjadi bahan tontotan warga.

Tak hanya itu, fotonya juga tersebar luas di media sosial bahkan sampai Indonesia.

Informasi mengenai bayi aneh tersebut juga tersebar melalui pesan-pesan instan.

Dalam pesan yang beredar, dikatakan bahwa bayi yang dikandung selama 11 bulan memakan usus ibunya.

Bayi tersebut bahkan harus disuntik mati 17 kali agar meninggal.

Berikut informasi lengkapnya:

'Bayi ini 11 bln dlm perut ibunya. Habis usus ibunya dimakan oleh Bayi ini, kemudian dokter mengoprasi ibunya untuk mengeluarkan Bayi ini...

Ketika Bayi ini keluar, dia gigit tangan perawat...

Setelah 3 jam si Perawat meninggal, IBU Bayi ini pun meninggal setelah Bayi ini keluar...

Bayi ini lahir dgn berat 8 kg, setelah 3 jam bertambah naik beratnya menjadi 13 kg...

Bayi ini lahir hari jumat, tidak tahu Allah ingin kasi peringatan apa untuk kita semua...

Bayi ni kemudian dibunuh, dokter memberinya suntik mematikan sampai 17 kali baru bayi ini mati...

Ini kisah benar-benar terjadi di India...

Wallahu A'lam'

Bersama dengan informasi tersebut, disertakan juga video yang menunjukkan seorang bayi dengan kulit kekuningan pecah-pecah, mata merah dan mulut lebar.

Dalam video terlihat bahwa bayi itu tergeletak di rumput dan orang-orang hanya menontonnya.

Yang jelas, informasi yang menyertai beredarnya foto si bayi itu tidak benar.

Yang benar adalah, dari pemberitaan Kompas.com, bayi India itu memiliki kelainan genetik Harlequin Ichthyosis.

Lebih dari itu, banyak yang bertanya, kenapa bayi itu justru menjadi tontotan, alih-alih mendapat pertolongan?

Hal ini pun menarik untu ditelisik lebih jauh.

Apakah fenomena menonton bayi dengan sindrom Harlequin disebabkan oleh faktor yang sama dengan fenomena menonton orang kecelakaan?

Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi psikolog klinis dari Personal Growth, Kantiana Taslim.

Kepada Kompas.com, Kantiana mengatakan, fenomena menonton kecelakaan dengan menonton bayi dengan fisik aneh adalah dua hal yang agak berbeda.

Ketika sebuah fenomena terjadi di masyarakat, apalagi fenomena tersebut merupakan suatu hal yang jarang, tidak biasa, atau tidak umum, maka akan menimbulkan ketertarikan serta rasa ingin tahu masyarakat sekitar.

Inilah yang menjelaskan kenapa orang-orang berkerumun ketika bayi dengan sindrom Harlequin itu terbaring di rumput.

Ketika fenomena yang terjadi dianggap aneh atau menakutkan, dan orang-orang hanya berkerumun, menurut Kantiana, ini karena ada keraguan dalam diri individu untuk bertindak atau tidak.

"Hal tersebut dapat dikarenakan individu akan menimbang-nimbang situasi dan konsekuensi yang mungkin terjadi, dan apakah mereka siap untuk menanggung konsekuensi yang belum mereka ketahui secara pasti tersebut," terangnya.

Ini berbeda dengan fenomena menonton orang kecelakaan atau yang mengalami bencana.

Meski ada yang menolong, banyak juga orang yang lebih memilih hanya menjadi penonton kecelakaan saja.

Dalam pemberitaan Sains Kompas.com (8/8/2019), fenomena orang menonton kecelakaan disebut bystander effect.

Bystander effect adalah suatu fenomena dalam psikologi sosial ketika seseorang membutuhkan pertolongan karena kecelakaan atau bencana.

Tapi orang di sekitarnya tidak ada yang membantu.

Hal ini dikarenakan orang-orang tersebut beranggapan bahwa akan ada orang lain yang menolong korban.

Akan tetapi, karena semua orang memikirkan hal yang sama, akhirnya tidak ada orang yang menolong sama sekali.

Oleh karena itu, fenomena ini disebut bystander karena orang-orang tersebut hanya menonton korban meminta tolong sambil berharap orang lain akan membantunya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bayi Aneh di India Jadi Tontonan Warga, Kenapa Tak Ada yang Menolong?"

Editor : Moh. Habib Asyhad

Baca Lainnya

Latest