"Awalnya aku enggak tahu (ada gangguan pendengaran), sampai lingkungan sekitar bilang sudah manggil-manggil, tetapi aku enggak dengar, enggan nengok," cerita Angkie.
Mengidap keterbatasan pendengaran saat remaja bukanlah hal yang mudah untuk Angkie.
Ia kerap merasa tertekan dan kurang percaya diri.
Setidaknya, butuh waktu 10 tahun bagi penulis buku Perempuan Tunarungu, Menembus Batasitu untuk bangkit.
Wanita alumni SMAN 2 Bogor ini, melanjutkan kuliahnya di jurusan ilmu komunikasi London School of Public Relations, Jakarta.
Kehidupan di kampus itulah yang kemudian sedikit demi sedikit mengubah pola pikirannya.
Ia mulai sadar, bila ia tidak pernah menerima kekurangannya, sampai kapan pun ia tak akan pernah menikmati hidupnya.
"Dosenku bilang, kamu jujur sama diri kamu sendiri. Kalau kamu sudah jujur sama diri sendiri dan jujur sama orang lain, orang lain akan mengapresiasi kejujuran kita. Jadi benar, ketika aku jujur, mereka jadi sangat bantu," ucap Angkie.
Ia juga memiliki segudang prestasi gemilang.
Di tahun 2008, ia sempat menjadi salah satu finalis Abang None Jakarta.