Suar.ID - Ada yang mencuri perhatian saat hendak memasuki kompleks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Di sisi kiri, tak jauh dari jalan masuk, terlihat bangunan sederhana berukuran sekitar 4x7 meter berdiri berjajar di antara bangunan-bangunan kecil lainnya.
Siapa sangka penghuni bangunan yang telah dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sekaligus membuka warung makanan itu adalah satu dari delapan tokoh Indonesia berpengaruh.
Melansir dari Kompas.com, pemilik warung itu adalah pasangan suami istri Sarimin (59) dan Suyatmi (45), yang sempat diprofilkan dalam program bertajuk Indonesian's Game Changers dari stasiun televisi CNA.
Namun, ada yang berbeda di antara deretan warung-warung lainnya, warung kecil berdinding tripleks dan beratapkan asbes itu mempunyai cara sendiri dalam berjualan yang terbilang unik.
Sarimin dan istrinya dianggap menginspirasi banyak orang dengan membuat warung makan yang hanya menerima sampah plastik untuk membayar makanan.
Sarimin bercerita, sejak tahun 2016 ia bersama sang istri telah membuka warung tersebut untuk melayani para pengepul atau pemulung yang memburu sampah plastik di area Kota Semarang.
"Sampah plastik bisa ditukarkan di warung untuk membeli makan dan minum. Jenis sampah plastiknya yang bisa didaur ulang. Seperti gelas plastik dan botol bekas air mineral, tas plastik bekas, dan yang lainnya," kata Sarimin dikutip dari Kompas.com.
Setiap harinya, lanjut Sarimin, sampah plastik yang dibawa dari pemulung akan ditimbang kemudian ditukarkan dengan seporsi makan di warung kecil miliknya.
Warungnya pun menyediakan berbagai ragam lauk pauk harian seperti nasi rames, lele, mangut, tahu, tempe, sambal dan lainnya.
Dijualnya pun dengan harga yang relatif murah.
Tak heran bila banyak pemulung yang setiap hari datang ke warungnya.
"Pemulung datang bawa sampah plastik lalu ditimbang minimal harus bawa 20 kilogram biasanya seharga Rp 20 ribu. Kalau setiap kali mereka makan ada selisih antara hasil timbangan dengan harga makanan, sisa itu otomatis jadi tabungan mereka," kata Sarimin.
Sarimin mengaku pelanggannya kini bukan hanya para pemulung saja melainkan juga para supir truk pengangkut sampah.
Bahkan, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi juga sempat bertandang ke warungnya saat melakukan kunjungan lantaran penasaran ingin membeli makan dengan cara yang unik.
"Pak Wali juga pernah makan di sini tapi enggak bawa plastik, bawanya uang," kata Sarimin sambil tertawa.
Selama menekuni aktivitas tersebut, dalam sehari ia mampu mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 100 ribu.
"Penghasilan yang didapat sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta setiap bulannya. Buat bayar kuliah anak saya. Dua-duanya alhamdulillah bisa kuliah. Anak pertama sudah lulus dan kerja. Kalau yang kedua kuliah juga sambil bantu-bantu nyupir truk sampah," jelas Sarimin yang memiliki dua putra ini.
Sampah plastik yang ia dapatkan dari pemulung dan warga tersebut bisa mencapai 2 ton.
Setidaknya dua sampai tiga minggu sekali, ia kirim dua ton sampah plastik tersebut ke pabrik di luar kota seperti Rembang, Demak, Pati, Kudus, Solo bahkan Surabaya untuk diolah kembali.
Bagi Sarimin, ide membuka warung dan pembelian makanan dengan sampah plastik itu dilakukan bersama Unit Pengelola Teknis (UPT) TPA Jatibarang.
Tujuannya adalah untuk mengurangi beban sampah plastik yang sulit terurai.
Berjalannya waktu, Sarimin dan Suyatmi mengelola warung tersebut hingga menjadi berkah bagi mereka, dan tentunya para pemulung yang mengais rezeki dari sampah.
"Sebelum buka warung ini, dulu tahun 2013 saya dan istri saya cuma pemulung. Sehari-harinya cari rongsok dan sampah buat sekolahin anak dan kebutuhan hidup. Modal juga enggak punya. Lalu ketemu Pak Agus dari UPT, akhirnya tercetus ide buka warung ini," kata Sarimin.