Ia punya pengalaman dengan Sultan Hamid II saat bertamu di Jakarta 45 tahun silam.
"Saya pernah disuruh membangunkan beliau, padahal ada tamu, tapi sang sekretaris beliau, tidak berani membangunkan," ujar Oesman Sapta.
Turiman menegaskan, hingga kini belum ada pengakuan secara hukum kepada Sultan Hamid II selaku perancang lambang negara Indonesia.
"Siapa pencipta lagu Indonesia Raya, penjahit bendera Pusaka Sangsaka Merah Putih, pencipta lagu Garuda Pancasila, semua bisa menjawab. Tetapi, siapa perancang lambang negara, tidak ada yang bisa menjawab," kata Turiman Fachturachman.
Ia berharap, buku tersebut dapat menggugah kesadaran berbangsa mengenai Sultan Hamid II yang hingga kini karyanya masih menjadi salah satu alat pemersatu bangsa, di samping meluruskan alur sejarah selama ini mengenai kiprah politik sang sultan.
Ada catatan singkat Sultan Hamid II di atas kertas berlogo Ronde Tafel Conferentie atau Konferensi Meja Bundar ketika menyerahkan arsip Rancangan Lambang Negara kepada Mas Agung (Ketua Yayasan Idayu - Jakarta), pada 18 Juli 1974.
Isinya, "mungkin ini adalah yang dapat saya sumbangkan kepada bangsa saya, dan mudah-mudahan sumbangan pertama saya (Lambang Negara) ini bermanfaat bagi negara yang dicintai oleh kita".
Sultan Hamid II wafat di Jakarta pada tanggal 30 Maret 1978.
Ia dikuburkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batu Layang, Pontianak Utara.
(Rustam Aji/Tribun Jateng)
Artikel ini telah tayang di Tribun Jateng dengan judulSiapa Perancang Lambang Negara Indonesia?