Wu Shang-su yang juga seorang peneliti di RSIS, mengatakan, mengganggu penggunaan ruang oleh musuh mungkin telah ditingkatkan dalam beberapa tahun terakhir.
Namun itu tidak berarti bahwa ia dapat menggunakan kemampuan itu untuk mengendalikan ruang itu.
"Misalnya, untuk menangkap Taiwan, [Kepulauan Senkaku / Diaoyu] atau bahkan lokasi lebih jauh mengharuskan Beijing untuk menetapkan kendali atas udara, laut, dan ruang elektronik tertentu."
"PLA mungkin menyangkal kendali militer AS, namun untuk dapat berhsil yang paling utama adalah dapat mengntrol daerah tersebut," ujarnya.
Salah satu temuan paling mencolok dari laporan ini adalah kecakapan dari Pasukan Roket PLA.
Menurut perhitungan penulis, pasukan telah menerjunkan sekitar 1.500 rudal balistik jarak pendek, 450 rudal jarak menengah, 160 rudal jarak menengah dan ratusan rudal jelajah darat jarak jauh.
Rudal balistik konvensional ini mampu melakukan serangan presisi pada sasaran sejauh dari pulau utama di China ke Singapura, di mana AS memiliki fasilitas logistik utama.
Selain itu rudal ini mengenai pangkalan Amerika yang sangat besar di Korea Selatan dan Jepang.
China juga memiliki apa yang disebut rudal "carrier killer" seperti DF-21D, yang dapat menghantam kapal induk AS yang bergerak pada jarak hingga 1.500 km (932 mil).
Karena Perjanjian Nuklir yang ditandatangani AS dengan bekas Uni Soviet pada 1987, China dilarang mengerahkan rudal dengan jarak tempuh 500 km hingga 5.500 km.