Suar.ID - Hari ini tujuh puluh empat tahun yang lalu, terjadi peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia.
Hari-hari penuh ketegangan yang menjadi titik penting sebelum Indonesia meraih kemerdekaan.
Pada tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta 'diculik' oleh golongan pemuda ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, demi mendesak golongan tua untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Sehari setelahnya, yaitu tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan benar-benar terjadi, dan sejak saat itu bangsa Indonesia berdiri menjadi negara yang merdeka.
Keputusan untuk menculik Soekarno-Hatta berawal dari kabar tentang pengeboman Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat yang membuat posisi Jepang terpojok.
Kemudian pada 14 Agustus 1945, Jepang menyatakan menyerah kepada sekutu.
Kekalahan Jepang itulah yang menumbuhkan harapan di benak golongan muda untuk segera bebas dari jajahan bangsa lain.
Tokoh yang pertama mengetahui berita itu adalah Syahrir, dia pun menghubungi rekan seperjuangannya untuk meneruskan berita yang dia dengar kepada golongan muda.
Baca Juga: Menurut Penelitian, Menikah Lebih dari Sekali Ternyata Bagus untuk Wanita, Kok Bisa?
Diadakanlah rapat oleh golongan muda untuk membicarakan tentang proklamasi tanpa menunggu pihak Jepang.
Keputusan atas rapat tersebut yaitu mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan paling lambat 16 Agustus 1945.
Namun, apa yang diharapkan para pemuda tak terjadi, karena Soekarno-Hatta mengatakan bahwa memproklamirkan kemerdekaan tak bisa dilakukan secara gegabah.
Untuk melakukannya harus menunggu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang telah terbentuk.
Baca Juga: Klarifikasi Koko Ardiansyah Soal Dirinya yang Gagal Jadi Paskibraka karena Digantikan Orang Lain
Maka, golongan muda pun mengadakan rapat lanjutan yang menghasilkan keputusan untuk menjauhkan Soekarno-Hatta agar tak mendapat pengaruh Jepang.
Terjadilah penculikan Soekarno-Hatta oleh para pemuda ke Rengasdengklok.
Awalnya, Soekarno-Hatta akan 'diamankan' ke markas PETA, namun karena dianggap terlalu mencolok akhirnya dipilihlah tempat singgah lain.
Tempat singgah itu adalah Rumah Djiauw Kie Siong, seorang petani dan pedagang biasa. Dia sudah bertani sejak tahun 1930.
Baca Juga: Beginilah Cara Mengolah Tanaman Bajakah secara Benar Agar Ampuh untuk Menyembuhkan Kanker
Melansir dari Kompas.com, Rumah Djiauw Kie Siong tampak sangat sederhana.
Seperti alasan golongan muda memilih lokasi itu untuk singgah, Rumah Djiauw Kie Siong memang tak terlihat mencolok.
Rumah itu terbuat dari kayu, halamannya cukup luas dengan beberapa pohon menghiasinya.
Namun, menurut pengakuan cucu Djiauw Kie Siong yaitu Yanto Djuhari (68) atau bernama Djiauw Tiang Lin, kini rumah itu sudah beberapa kali mengalami renovasi.
Salah satu renovasi yang dilakukan yaitu pada catnya. Sebelumnya, cat bagian depan berwarna putih dan kini berwarna coklat.
Meski begitu, suasana sekitar rumah tersebut masih teduh dengan pohon-pohon yang tumbuh di sekitar rumah.
Di depan rumah, di bagian kiri dan kanan ada kamar yang pernah digunakan oleh Soekarno dan Hatta untuk beristirahat.
Ya, di rumah itulah pada akhirnya terjadi kesepakatan antara golongan tua dan golongan muda untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia pada keesokan harinya, 17 Agustus 1945.