Bagi para peneliti, Gunung Agung bisa menjadi kesempatan mereka untuk mengetahui bagaimana gunung berapi mempengaruhi iklim seperti Gunung Tambora.
Baca Juga: Markas Brimob Watumas Purwokerto Ditembaki Orang Bersenjata Laras Panjang, Sabtu (25/5) Dini Hari
Penelitian ke Gunung Agung dimulai dengan penerbangan sepuluh jam ketika sebuah gunung berapi di Filipina meletus pada 1991.
Para ilmuwan telah mengambil tren selama letusan skala yang lebih kecil pada 1982 dari gunung berapi El Chichon di Meksiko.
Tapi tidak ada yang seperti apa yang mereka lihat di Gunung Pinatubo di Filipina yang disebut sebagai letusa terbesar abad ke-20.
Memuntahkan satu kubik mil batu dan abu ke udara dan 20 juta ton gas belerang dioksida ke atmosfer, Gunung Pinatubo tidak hanya menghancurkan masyarakat sekitar.
Sejumlah gas yang dikeluarkannya juga mempengaruhi keseluruhan planet kita.
Ketika Pinatubo meletus, sejumlah besar gas yang dikeluarkan menyebar ke seluruh dunia.
Sejurus kemudian, terjadi reaksi kimia, ketiga gas bercampur dengan uap air yang menghasilkan tetesan “super dingin” kecil yang dikenal sebagai aerosol.
Pada gilirannya, aerosol itu memantulkan dan menyebarkan sinar matahari ke bumi.
Sejumlah besar aerosol memantulkan cahaya yang cukup jauh dari bumi sehingga suhu global rata-rata turun satu derajat Fahrenheit selama beberapa tahun.
Letusan seperti ini, menurut The New York Times, adalah influencer alami bumi.