“Saya berumur tujuh tahun saat itu, terlalu muda untuk mengerti apa arti kematian sebenarnya. Saya diberitahu oleh kerabat apa yang terjadi,” katanya.
Dia tumbuh dengan keinginan memiliki enam anak untuk membangun kembali keluarganya yang hancur.
Menyediakan rumah untuk 38 anak adalah tantangan yang konstan.
Baca Juga : Sah Jadi Istri Ammar Zoni, Begini Tampilan Memesona Irish Bella dalam Kebaya Putih dan Makeup Flawless
Dua belas anak tidur di ranjang susun logam dengan kasur tipis di satu ruangan kecil dengan dinding berlapis debu.
Di kamar lain, anak-anak yang beruntung kruntelan di atas kasur sementara yang lain tidur di lantai tanah.
Anak-anak yang lebih besar membantu merawat yang lebih muda dan semua orang membantu mengerjakan tugas-tugas seperti memasak.
Untuk hidup, setidaknya keluarga itu membutuhkan sekitar 25 kg tepung jagung.
Ikan atau daging adalah makanan langka.
Daftar nama di papan kayu kecil yang dipaku di dinding menjelaskan tugas mencuci atau memasak.
"Pada hari Sabtu kita semua bekerja bersama," demikian bunyinya.
Setelah mengalami masa kecil yang sulit itu sendiri, harapan terbesar Nabatanzi sekarang adalah agar anak-anaknya bahagia.