Tindakan Kerajaan Brunei dalam menerapkan hukum ini ditentang oleh berbagai kalangan di dunia.
"Hukuman keji ini mendapat kecaman luas ketika rencananya pertama kali mengemuka lima tahun lalu," kata Rachel Chhoa-Howard, peneliti Amnesty International di Brunei.
"Hukum pidana Brunei amat cacat yang mengandung serangkaian aturan yang melanggar hak asasi manusia," tambahnya.
Baca Juga : Kelewat Kreatif, Pengemudi Motor Ini Buat SIM-nya Sendiri, Kemudian Motornya Disita Polisi
Komuntas Gay Ketakutan
Seorang pria gay asal Brunei yang kini mengajukan permohonan suaka di Kanada, mengatakan imbas hukum baru ini sudah terasa di Brunei.
Dia meninggalkan Brunei tahun lalu lantaran risau bakal digugat dengan tuduhan makar terkait unggahan di Facebook yang bernada kritis terhadap kerajaan.
Mantan pegawai negeri sipil berusia 40 tahun itu mengatakan orang-orang merasa "takut".
"Komunitas gay di Brunei tidak pernah terang-terangan. Ketika Grindr (aplikasi kencan khusus kaum gay) muncul, itu membantu orang-orang bertemu secara rahasia. Tapi kini saya, dari yang saya dengar, hampir tidak ada orang menggunakan Grindr lagi," ujar Shahiran S Shahrani Md kepada BBC.
"Mereka takut kalau-kalau orang yang diajak bertemu ternyata polisi menyamar jadi gay. Ini belum terjadi, tapi karena ada aturan baru, orang-orang takut," ujarnya.