Suar.ID - Delapan tahun lalu, pada 11 Maret 2011, Jepang dilanda gempa 9 SR yang menimbulkan tsunami.
Peristiwa tsunami itu menewaskan 15.896 orang dan merupakan gempa terkuat yang tercatat di Asia.
Adanya gempa itu berbuntut kecelakaan reaktor Fukushima yang menimbulkan bencana nuklir.
PLTN Fukushima sendiri memiliki enam reaktor nuklir. Pada Maret 2011, reaktor 4 terisi bahan bakar, sementara reaktor 5 dan 6 sedang ‘didinginkan’ dan dalam keadaan mati karena proses pemeliharaan.
Saat gempa bumi melanda, reaktor 1, 2 dan 3 mati secara otomatis. Generator darurat pun aktif untuk mencegah reaktor meleleh. Namun, tak lama kemudian, tsunami melanda wilayah tersebut.
Gelombang raksasa menghantam dinding pembatas, membanjiri, dan mematikan generator darurat di PLTN Fukushina.
Baca Juga : Kondisi Seniman Asal Padang dan Anaknya yang Turut Jadi Korban Aksi Penembakan di Masjid di Selandia Baru
Selama beberapa hari berikutnya, reaksi antara air dan bahan bakar menyebabkan pembentukan gas hidrogen yang akhirnya memicu ledakan. Atap reaktor 1,3, dan 4 yang meledak, melukai 16 orang.
Tanpa pendingin, inti reaktor meleleh dan materi nuklir kemudian bocor. Hasil penelitian memperkirakan jumlah kontaminasinya mencapai 42%.
Secara total, ada 37 pekerja yang mengalami cedera fisik dan dua lainnya memiliki luka bakar akibat radiasi.
Kontaminasi nuklir tetap ada di wilayah tersebut. Pada musim panas 2011, unsur-unsur radioaktif yang terukur ini mencemari tanah 1,6 hingga 4,6 kali lipat di atas batas.