Tiba di Pulau Gebe mereka diterima Komandan Pos 103, Lettu Krisno Jumar.
Selama di Pulau Gebe, kegiatan mereka mirip kegiatan di Soasio.
Yakni mengajari baca tulis kepada penduduk dan menyiapkan penerbitan surat kabar yang akan diterbitkan di Irian Barat untuk kepentingan propaganda.
Meskipun hanya berupa stensilan, surat kabar itu akan menjadi informasi serta penyemangat bagi pasukan yang sedang melancarkan perang ger ilya.
Setelah merampungkan semua persiapan, rombongan Herlina berangkat dengan perahhu motor bersama 16 pasukan tempur dari Pasukan Gerilya (PG) 300 di bawah pimpinan Theo menuju Pulau Waigeo, Raja Ampat, yeng terletak sekitar 65 km dari Halmahera.
Sesuai rencana setiba di Waigeo, mereka akan bergabung dengan WG 500 di bawah pimpinan Kapten Kumontoy.
Tapi perjalanan dari Pulau Gebe ke Waigeo terhambat cuaca buruk, sehingga rombongan harus berhenti dulu di pulau yang tersebar di sekitarnya, Pulau Kawe.
Setelah beberapa kali diterpa cuaca buruk, mereka akhirnya tiba di Pulau Waigeo dan kemudian bergabung dengan PG 5 00.
Pulau Waigeo merupakan pulau yang besar dan berhadapan langsung dengan daratan Irian Barat.
Dari posisi ini, serbuan militer atau penyusupan menuju ke beberapa tempat di daerah Kepala Burung mudah dijangkau.
Kegiatan kapal-kapal perang Belanda yang hilir mudik antara Biak-Sorong juga bisa diawasi dari pulau Waigeo dengan lebih leluasa.
Tapi keberadaan Herlina bersama pasukan PG 300 dan PG 500 di wilayah yang diklaim Belanda sebagai daerah kekuasaannya ternyata sudah tercium oleh militer Belanda.