Dia ingin memperkenalkan lagu barunya di kongres Pemuda Kedua 28 Oktober 1928.
Lagu Indonesia Raya kemudian diterima sebagai lagu perjuangan, pembangkit semangat dan tersimpan rapat di hati tiap orang.
Salinan lagu itu kemudian dicetak dan habis terjual, hingga mempercepat penyebarannya.
Semua orang sibuk menghafalkannya, tak mau kalah satu dengan yang lain.
Meski begitu, roda kehidupan terus berjalan, kadang WR. Supratman menjadi pusat perhatian namun kadang juga terlupakan.
Wage dua kali menikah, tapi dua-duanya berakhir tanpa meninggalkan keturunan.
Dia sebagai pengarang mulai dilupakan orang.
Hidupnya dibelit kemiskinan, semua barang habis dijual untuk makan dan berobat.
Tanggal 16 Agustus 1938 keadaannya makin melemah.
Terbangun sebentar dia hanya meninggalkan pesan: “Serahkan lagu Indonesia Raya pada badan kebangsaan.”
Dan itulah pesan terakhirnya.