Siapa pun yang mengklaim Bir Tawil harus melepaskan klaim atas Hala'ib yang lebih besar dan lebih menggiurkan, yang tidak ingin dilepaskan oleh negara mana pun.
Situasi seperti ini dimulai sejak tahun 1899 ketika Kerajaan Inggris, yang memegang otoritas di daerah itu, menandatangani perjanjian dengan Mesir.
Perjanjian tersebut untuk bersama-sama mengelola Sudan, menciptakan sebuah kondominium yang disebut Sudan Anglo-Mesir.
Baca Juga : Reino Barack dan Syahrini Akan Gelar Pernikahan di Jepang, Akad di Masjid yang Sama dengan Maia Estiant
Baca Juga : Apes! Niat Pamer Freestyle Sepeda Motor Sambil Cium Pacar, Pria Ini Justru 'Nubruk' dan Lukai Pacarnya
Kenyataannya, Inggris memiliki kontrol penuh atas Sudan sejak Mesir hanyalah protektorat Britania.
Dalam hal apapun, disepakati bahwa perbatasan antara Mesir dan Sudan adalah garis lurus sepanjang paralel 22.
Tetapi tiga tahun kemudian, Inggris memutuskan batas yang disepakati tidak benar-benar mencerminkan penggunaan sebenarnya dari wilayah itu oleh suku-suku asli di daerah tersebut.
Sehingga, mereka menyusun batas baru.
Sebidang tanah kecil di sebelah selatan paralel 22, diputuskan oleh Inggris harus dikelola oleh Mesir.
Karena, itu adalah rumah bagi suku Ababda yang nomaden, yang memiliki hubungan lebih kuat dengan Mesir daripada Sudan.
Wilayah yang kemudian disebut sebagai Bir Tawil.