Setelah puas barulah Sunan mengangkat senapannya dan menembak banteng itu sampai tewas. Tanggal 23 September diadakan lagi acara "Sodoran". Kali ini pertandingan benar-benar dilakukan oleh para perajurit yang mahir. Namun ketika acara hampir selesai, tanpa sepengetahuan siapapun, Sunan memerintahkan melepas ratusan ekor babi-liar ke tengah arena.
Tentu saja terjadi kepanikan luar-biasa, baik di kalangan para penonton maupun mereka yang sedang bertanding. Kuda-kuda menjadi binal, para penonton berserabutan lari kian-kemari. Mereka saling tubruk, berebut memanjat pohon, terjatuh berguling-guling, sementara Sunan dan para pembesar dari arah tribun tertawa puas menyaksikannya.
Akhirnya Sunan memerintahkan anak-buah Coster menghalau babi-babi itu ke arah Krapyak; suatu tugas yang cukup sulit bagi serdadu Kompeni itu.
Keesokan harinya Sunan berburu ke seberang Timur sungai. Kali ini juga Coster tidak turut. la hanya melaporkan bahwa tanggal 25 September siang, ia menerima kiriman 30 ekor rusa dan 10 ekor banteng untuk konsumsi anak-buahnya.
Tanggal 28 September adalah hari terakhir Sunan di daerah pantai Selatan. Hari itu diselenggarakan acara berburu dalam Krapyak sebelah Timur sungai. Letnan Coster pun turut serta.
Karena banyaknya hewan yang dibantai hari itu, Coster tidak dapat menghitung jumlahnya. Ia menyebutkan bahwa, hasil buruannya akan cukup untuk bekal seluruh anggota rombongan yang ribuan itu sampai mereka kelak tiba kembali di Kartosuro.
Tanggal 29 September Sunan menuju kembali ke Karto Winoto, di mana keesokan harinya ia masih mengajak Coster berburu babi liar di hutan. Kali ini mereka semua mengendarai kuda diiringkan oleh anjing pemburu. Ketika sore harinya kembali ke pasanggrahan, telah dibawa hewan buruan sebanyak 110 ekor.
Tanggal 1 Oktober adalah hari terakhir Sunan "dirantau" sebelum kembali ke Kartosuro. Hari itu diadakan acara "Rampokan". Sebuah sangkar berisi harimau diletakkan di tengah alun-alun. Di sekeliling sangkar ditimbun kayu untuk dibakar, sementara sangkar dibuka.
Si raja-hutan yang takut pada api segera keluar dari sangkar dan berusaha melompati api-unggun. Namun di sekeliling api unggun itu telah berbaris bersaf-saf para perajurit Mataram dengan tombak terarah pada sang harimau. Sebuah adegan yang benar-benar dramatis, karena segala sesuatu mungkin terjadi. Harimau yang berhasil melompati api unggun berusaha menerobos barisan tombak.
Kadang-kadang ia menyeruduk di antara kaki para perajurit, kadang- kadang ia berusaha melompatinya. Dengan tubuh penuh luka, harimau semakin ganas, sehingga seringkali para perajurit terkena goresan kuku-kukunya.
Acara ini baru berhenti kalau sang raja hutan akhirnya tewas di ujung tombak atau tewas ditembak karena ia berhasil lolos dari kepungan. Tanggal 2 Oktober Sunan dan rombongan mulai bergerak kembali ke ibukota. Di batas kota rombongan disambut oleh Residen Keesjong dan para pembesar kerajaan lainnya.
Dan, akhirnya, tanggal 3 Oktober 1724 jam 09.00 pagi Sunan tiba kembali di keraton disambut dengan tembakan salvo meriam dari arah benteng VOC sebagai penghormatan dan ucapan selamat datang.