Pendapat tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Karkono bahwa bahu laweyan itu merupakan bawaan sejak lahir. Sementara penjelasan yang melandasinya. "Sulit kalau harusdinalarkan, karena ini memang menyangkut kepercayaan orang Jawa," tuturnya.
Meskipun berpandangan sama bahwa bahu laweyan merupakan bawaan bukan keturunan, pemahaman yang diajukan Pak Supri lebih mudah dimengerti.
Menurutnya, "Tubuh manusia bahu laweyan dipinjam sebagai wadah oleh makhluk halus jahat yang ingin menguasainya. Karenanya, kalau ada yang mengawininya, makhluk halus ini tak rela dan membunuhnya."
Konon perbuatan keji makhluk itu akan berhenti setelah memangsa tujuh kali nyawa pasangan hidup manusia bahu laweyan.
Meski kurang terlalu yakin, Supri menduga 7 korban atau nyawa itu berkaitan dengan tali pengikat mayat manusia yang berjumlah tujuh. Jadi pada perkawinan yang kedelapan kalinya, pasangan hidup itu sebenarnya akan selamat.
"Tapi jarang, bahkan bisa dibilang tidak ada orang yang berani mencoba menikahinya. Biasanya kalau ada janda yang sudah tiga kali ditinggal mati pasangan hidupnya, orang lain pun tidak berani mencoba mengawininya lagi," ujar bapak beranak tiga itu tertawa.
Seperti layaknya makhluk halus, penghuni wadah itu pada tengah malam saat pasangan bahu laweyan tertidur lelap akan keluar dari tubuh pemiliknya dalam ujud asap kecil.
"Asap kecil yang tak lain si makhluk halus itu kemudian akan memangsa tubuh korban dengan cara mengisap darahnya," Supri menjelaskan cara kerja makhluk halus jahat.
Itu pula sebabnya, kematian mendadak pasangan bahu laweyan itu sering terjadi pada tengah malam. Meski begitu, orang awam tidak akan melihat tanda-tanda bahwa korban mati karena diisap darahnya.
Mayat korban bahu laweyan serupa dengan mayat biasa lainnya. Untuk membuktikannya, Pak Supri menuturkan, perlu dilakukan cara-cara khusus yang tak bisa dilakukan sembarang orang.
Seperti yang dialaminya belasan tahun silam ketika bersama gurunya membuktikan korban kematian yang diduga akibat perkawinan dengan wanita bahu laweyan.