Mereka masih merokok santai sebelum mereka berbaris untuk memberikan isyarat itu. Tiba-tiba terdengar tembakan meriam menggelegar, jauh lebih dini daripada biasanya.
Mereka segera berkumpul membentuk barisan dan setelah terompet dibunyikan, mereka berbaris sambil membunyikan genderang dan meniup terompet.
Baru saja mereka mencapai asrama ketika meriam yang sungguh-sungguh menggelegar dari dalam benteng Gunung Krakatau ternyata mengecoh mereka!
Hujan deras batu apung di Teluk Betung
Anyer dilanda gelombang pasang pada Senin pagi, tanggal 27, sekitar pukul sepuluh pagi.
Gelombang ini menyapu bersih pemukiman di tepi pantai itu, sehingga yang tinggal hanyalah benteng, penjara, kediaman patih dan wedana.
Dataran sekitar Anyer, yang di belakang tempat itu lebarnya kurang lebih 1 km seakan-akan dicukur gundul; di dekat pantai bongkahan-bongkahan karang dilemparkan ke darat.
Juga Caringin yang berpenduduk padat hancur luluh; letaknya di dataran yang lebarnya sekitar 1.500 m, disusul oleh bukit-bukit yang tingginya antara 20 sampai 50 m, tempat sejumlah kecil penduduknya menyelamatkan diri.
Bukan hanya di darat, tetapi juga di laut lepas Krakatau menteror kapal-kapal yang kebetulan berlayar di dekatnya.
Penumpang kapal yang melayari Selat Sunda pada hari naas itu tidak dapat melupakan pengalaman dan ketakutan mereka selama hidupnya.
Kapal api Gouverneur Generaal London, dengan nakhoda Lindeman, sebuah kapal NederlandIndische Stoomvaartsmaatschappij (pendahulu KPM - Red.) berlayar dari Batavia ke Padang dan Aceh dengan menyinggahi Teluk Betung, Krui dan Bengkulu.
Kapal itu berangkat pada tanggal 26 Agustus pagi dari Jakarta.