Suar.ID -Bagi sebagian orang, penjara adalah sebuah pelarian.
Jika tidak percaya, tanyakan saja kepada orang-orang di Korea Selatan.
Mereka berbondong-bondong masuk penjara agar terbebas dari kehidupan sehari-hari yang penuh tekanan dan bikin stres.
“Penjara ini memberi saya rasa kebebasan,” kata Park Hye-ri, seorang pekerja kantoran berusia 28 tahun, seperti dilansir dari Reuters, Jumat (23/11).
Park mesti mengeluarkan ongkos sebesar 90 dolar AS (sekitar Rp1,3 juta) untuk 24 jam menginap di sebuah penjara tiruan.
Baca Juga : Tak Ada Gading yang Retak hingga Merindu, Lagu-lagu Hits Milik Gading Marten
Sejak 2013 lalu, fasilitas “Prison Inside Me” di timur laut Hongcheon telah menampung setidaknya lebih dari 2.000 “narapidana”.
Kebanyakan dari mereka adalah pekerja kantoran dan pelajar yang stres.
Mereka ingin mencari solusi atas kultur pekerjaan dan pendidikan di Korea Selatan yang mereka anggap penuh tekanan.
“Saya terlalu sibuk,” ujar Park saat menghuni sel berukuran 5 meter persegi.
“Saya seharusnya tidak ada di sini sekarang, mengingat pekerjaan yang harus saya lakukan.”
Tapi ia memutuskan berhenti dan melihat kembali pada dirinya agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Meski ini adalah penjara “palsu”, aturan di dalamnya bisa sangat ketat.
Baca Juga : Lovebird Kusumo yang Pernah Ditawar Rp2 Miliar Mati Mendadak, Ini Alasan si Pemilik Tidak Mau Menjualnya
Para penghuni dilarang berbicara dengan narapidana lainnya. Tidak ada ponsel, tidak ada jam.
Para narapidana akan mendapatkan kostum penjara berwarna biru, tikar yoga, seperangkat teh, bolpoin, dan buku catatan.
Mereka harus tidur di lantai, ada toilet kecil di dalam ruangan, tapi tidak ada cermin.
Menu penjaranya, ada ubi jalar kukus dan pisang shake untuk makan malam, sementara untuk sarapan ada bubur nasi.
Co-founder Noh Ji-hyang mengatakan, penjara tiruan ini terinspirasi oleh suaminya, seorang jaksa yang sering bekerja selama 100 jam dalam seminggu.
“Dia bilang, dia lebih suka pergi ke sel isolasi selama seminggu untuk beristirahat dan merasa lebih baik,” ujar Noh, dikutip dari Reuters.
Baca Juga : 5 Fakta tentang Suku Terasing Pulau Sentinel yang Membunuh Turis Asing, Ternyata Termasuk Wilayah India
Menurunnya pasar high-tech di Korea Selatan, serta didorong target ekspor yang tinggi mendorong baik lingkungan sekolah maupun lingkungan pekerjaan menjadi hiper-kompetitif.
Kondisi ini, menurut para ahli, berkontribusi terhadap meningkatnya angka stres dan bunuh diri di Korea Selatan.
Orang-orang Korea Selatan rata-rata bekerja selama 2.024 jam pada 2017 lalu, terbanyak ketiga setelah Meksiko dan Kosta Rika.
Fakta itu terungkap dari survei terhadap 36 negara anggota Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) terkait lama waktu bekerja tiap-tiap negara.
Untuk membantu warganya bekerja lebih sedikit tapi menghasilkan lebih banyak, pemerintah telah menaikkan upah minimum dan memotong jam kerja dari 68 menjadi 52 jam per minggu.
Meski begitu, menurut beberapa kalangan, kebijakan tersebut justru bisa menjadi bumerang dan berisiko lebih banyak pekerjaan dibanding hasil.
Menurut Noh, para narapidana palsu ini biasanya menghabiskan waktu di penjara sekitar 24 – 48 jam.
“Setelah tinggal di penjara, orang bilang, ‘Ini bukan penjara, penjara yang sebenarnya adalah tempat kami kembali (nanti)’,” ujarnya, menutup.
Baca Juga : Promo Spesial Black Friday Payless, Beli 1 Sepatu Langsung Diskon 60% Sepatu Kedua, Ini Syaratnya