Suar.ID -Beberapa waktu lalu sebuah video menjadi viral di media sosial.
Dalam video ini memperlihatkan salah seorang anggota Satpol PP Pontianak yang sedang menghancurkan ukulele.
Dilansir TribunWow.com, video ini mulanya diposting oleh sebuah akun Instagram milik Satpol PP Kota Pontianak, @polpp.ptk.
Pada postingan ini tertulis kalau alat musik yang dihancurkan ini merupakan hasil sitaan dari pengamen.
"Pengamen dan anak jalan dipersimpangan traffic lightdi Kota Pontianak diamankan pada kegiatan rutin antisipasi yang dilakukan Satpol PP Kota Pontianak.
Mereka kemudian diserahkan ke PLAT Dinas Sosial Kota Pontianak untuk diproses lebih lanjut," tulisnya.
"Adapun alat musik yang digunakan disita dan dimusnahkan," lanjutnya.
Namun pada Senin (7/6) postingan ini sudah tak lagi terlihat di akun asalnya.
Baca Juga: Buntut Sinetron Suara Hati Istri, KPI Bakal Pantau Seluruh Siaran Televisi Lewat Teknologi Ini
Kendati demikian, postingan ini pun terlanjur beredar luas di media sosial.
Tak sampai disitu, video ini pun bahkan sampai diunggah di akun Instagram dan juga Twitter.
Seperti yang dibagikan oleh akun Twitter @andivox.
Sang pemilik akun ini merupakan Andi Malewa yang juga merupakan seorang musisi jalanan yang mengagas Institut Musik Jalanan.
Institut ini merupakan sebuah wadah bermusik bagi musisi jalanan di Kota Depok.
Andi Malewa yang mendapat postingan ini dari salah satu akun Instagram dan kemudian membagikan postingan ini di ak Twitternya pada Minggu (6/6) malam.
Belum juga 24 jam, postingan ini pun langsung menjadi viral.
Ada lebih dari 1500 orang yang juga mendukung apa yang disampaikannya di kolom komentar.
Pada video ini nampak tayangan seorang pria menggunakan Satpol PP sedang menghancurkan alat musik berupa ukulele dengan tangan kosong.
Ia pun mengecam tindakan tersebut dan menyebuit hal ini sebagai arogansi yang dipertontonkan.
"Arogansi yang dipertontonkan secara telanjang. Ukulele itu dibeli dengan rupiah, bahkan ada yang sampai pinjam bank keliling buat beli itu agar bisa makan," tulisnya.
"Ada harap dan doa dari anak istrinya dalam tiap petik suara yang mereka perdengarkan," lanjutnya.
Selain itu, Andi juga menjelaskan kalau ada permasalahan sistematik hingga akhirnya banyak orang yang kemudian memilih menjadi pengamen.
Masalah tersebut bisa jadi urusan pendidikan, ekonomi, ketimpangan sosial atau sederet masalah lainnya.
Pembinaan yang selama ini dilakukan juga tak dapat menyentuh akar masalah dan membuat masalah ini terus berulang.
"Yang bakat musik harus mengubur passionnya karena diajarkan menjahit, komputer, sampai merangkai bunga," tulisnya.
Ia pun menyebut pemerintah daerah seharusnya memberikan fasilitas untuk kesenian.