Suar.ID -Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera melakukan proses penyelidikan atau setidaknya pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) atas dugaan korupsi dalam proyek kartu prakerja yang menelan anggaran hingga Rp 5,6 triliun.
Permintaan itu disampaikan Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/5/2020) kemarin.
Di sana, Boyamin bertemu dengan dua orang Tim Analis Pengaduan Masyarakat KPK.
"Saya meminta KPK sudah memulai melakukan proses penyelidikan atau setidaknya pengumpulan bahan atau keterangan," ujar Boyamin melalui keterangan tertulis, Senin (4/5/2020) melansir dari Tribunnews.
Boyamin mengatakan, permintaan untuk dilakukannya penyelidikan disampaikan lantaran saat ini telah ada pembayaran secara lunas program pelatihan peserta kartu prakerja gelombang I dan gelombang II.
Dengan demikian, jika ada dugaan korupsi, seperti menaikkan anggaran (mark up), KPK dapat langsung bekerja.
"Setidak-tidaknya memulai pengumpulan bahan dan keterangan. Hal ini berbeda dengan permintaan Kami sebelumnya yang sebatas permintaan pencegahan dikarenakan belum ada pembayaran pelatihan kartu prakerja," katanya.
Boyamin mengaku telah memberikan keterangan tambahan disertai contoh kasus perkara lain dugaan penunjukan delapan mitra platform digital yang diduga tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa dalam bentuk kerjasama.
Dia menduga penunjukan delapan mitra kerjasama pelatihan kartu prakerja tidak melalui Beauty Contest, tidak memenuhi persyaratan kualifikasi administrasi dan teknis.
Beauty Contest lazim digunakan dalam praktik bisnis karena menjadi bagian dari pelelangan terbatas, yaitu pemilihan penyedia jasa dengan cara mengundang beberapa penyedia jasa untuk melakukan penawaran.
Peserta kontes ini merupakan perusahaan-perusahaan yang dipilih sendiri pelaksana lelang.
Peserta kontes dapat melakukan peragaan atau pemaparan profil perusahaan serta produk atau jasa yang ditawarkan dan bersifat tertutup.
"Karena sebelumnya tidak diumumkan syarat-syarat untuk menjadi mitra, sehingga penunjukan delapan mitra juga diduga melanggar ketentuan dalam bentuk persaingan usaha tidak sehat atau monopoli," katanya.
Selain itu, dengan kisaran antara Rp200.000 hingga Rp1.000.000, Boyamin menyatakan pelatihan yang diberikan oleh delapan mitra Kartu Prakerja juga terbilang mahal jika didasarkan pada ongkos produksi materi dan dibandingkan dengan gaji guru atau dosen dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas tatap muka.
Bahkan, angka tersebut lebih mahal jika dibandingkan dengan pelatihan yang tersedia di youtube atau browsing yang prakteknya gratis dan hanya butuh kuota internet.
"Mestinya delapan mitra sudah mendapat untung dari sharing kuota internet," kata dia.
Terkait dugaan mark up anggaran, Boyamin menyandarkan pada pendapat Peneliti Indef Nailul Huda yang menyebut, delapan platform digital yang bekerja sama dengan pemerintah dalam menyediakan pelatihan kartu prakerja berpotensi meraup untung sebesar Rp 3,7 triliun.
Dengan pendapat tersebut, Boyamin menduga delapan mitra Kartu Prakerja mendapat untung sebesar 66% dari jumlah uang yang diterima mitra dari masing-masing biaya pelatihan kartu prakerja.
"Padahal, BPK atau BPKP memberikan batasan keuntungan 20% sehingga terdapat dugaan pemahalan harga sekitar 46%."
"Meskipun demikian perkiraan keuntungan ini masih perlu dihitung secara cermat masing-masing mitra dikarenakan terdapat mitra yang memberikan diskon biaya pelatihan," katanya.
Kepada Boyamin, pihak KPK berjanji akan menindaklanjuti sesuai kewenangan berdasar ketentuan yang berlaku.
"Yang tentunya jika ditemukan indikasi , bukti dan unsur korupsi akan diproses sebagaimana mestinya dan jika tidak ditemukan maka akan dihentikan," kata Boyamin.
Sementara, Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai program Kartu Prakerja berpotensi korupsi.
Hal itu melihat dasar penunjukan delapan platform yang menjadi mitra pemerintah dalam Program Kartu Prakerja.
"Delapan platform digital yang diberikan mandat oleh pemerintah ini nyatanya tidak melalui mekanisme atau prosedur terkait dengan pengadaan barang dan jasa," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah saat dihubungi, Senin (4/5/2020).
Menurutnya, proses penunjukan platform mitra prakerja itu harus menggunakan mekanisme Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Namun, aturan tersebut dinilai telah dilangkahi.
"Yang mengakibatkan ini ada semacam konflik kepentingan," papar Wana.
Wanna mengatakan, potensi korupsi di sektor perencanaan seperti itu sudah kerap terjadi.
Untuk itu, ICW mendesak pemerintah mengevaluasi pelaksanaan Prgram Prakerja tersebut.
"Misalnya, bagaimana kemudian proses legislasi itu dilakukan secara tertib, ini yang menjadi persoalan kita."
"Kalau kita berkaca dari sejumlah aturan, ini kan memang diberi kelonggaran karena adanya pandemi, jadi seluruh kementrian atau pemda itu diberikan fleksibilitas utuk menggelontorkan sejumlah uang," tuturnya.
Di sisi lain, Wana mengatakan, program Kartu Prakerja tidak efektif sebagai bantuan program bantuan sosial untuk menangani pandemi corona atau Covid-19.
Hal ini lantaran, pemberi kerja tidak memberi atensi kepada warga yang sedang mencari kerja.
"Prakerja ini rasanya sia-sia diberikan kepada warga, karena ketika mereka lulus, tidak ada wadah atau pemberi kerja karena kan situasinya sekarang sedang kerja di rumah dan ini juga menjadi kontraproduktif ketika kita lihat dari Rp 3,5 juta yang diberikan itu kan Rp 1 jutanya masuk ke platform digital itu," katanya.
(Tribunnews)