Tidak Banyak Orang yang Tahu, Inilah Makna Prasasti dari Keraton Agung Sejagat yang kini Menjadi Tempat Wisata dan Objek Selfie

Rabu, 15 Januari 2020 | 14:00
Kolase Facebook dan Tribun Jateng

Suar.ID -Polres Purworejo menangkap Totok Santosa Hadiningrat, sosok pria yang mengaku sebagai raja Keraton Agung Sejagat (KAS), Selasa (14/1/2020) sekitar pukul 17.00 WIB.

Totok diamankan bersama istrinya, Fanni Aminadia alias Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.

Mereka dikabarkan akan dibawa ke Polda Jateng untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Keduanya ditangkap karena aktivitas Keraton Agung Sejagat dinilai meresahkan masyarakat.

Baca Juga: Percaya Totok Santoso adalah Keturunan Majapahit, Pengikut Keraton Agung Sejagat Beberkan Misi Rajanya

Kabag Humas dan Protokol Pemkab Purworejo, Rita Purnama berkomentar terkait penangkapan itu.

Menurut Rita, kelompok KAS disinyalir telah melakukan penipuan sejarah selama berkegiatan.

Hal itu terungkap atas laporan Kepala Desa Pogung Jurutengah melalui Camat Bayan.

Dari penuturannya, banyak cerita sejarah yang disampaikan tidak sesuai.

Baca Juga: Geger Sinuwun dan Kanjeng Ratu Digiring ke Polres, Keraton Agung Sejagat Mendadak Jadi Tempat Wisata hingga Polisi Sita Benda Penting Ini

"Banyak yang tidak sesuai dengan sejarah yang ada, karena dalam rapat terbatas tadi juga mengundang sejarawan di Purworejo," kata Rita,saat diwawancarai olehKompas.com.

Tidak hanya disebut membelokkan sejarah, ternyata mereka juga memiliki sejumlah prasasti.

Melansir dariTribunnews.com,beginilahmakna prasasti Keraton Agung Sejagat:

Makna Prasasti

Facebook
Facebook

Sebuah batu besar yang disebut sebagai prasasti berada di halaman depan Keraton Agung Sejagat.

Pada batu yang berukuran sekitar 1,5 meter tersebut terdapat beberapa ukiran.

Menurut si pembuat, Empu Wijoyo Guna, ada beberapa makna yang terkandung di dalam ukiran.

Baca Juga: Mengaku sebagia Penerus Sah Majapahit yang Pernah Menguasai Nusantara 500 Tahun yang Lalu, Keraton Agung Sejagat Tegas Menolak Disebut Aliran Sesa

"Tulisan Jawa artinya adalah Bumi Mataram Keraton Agung Sejagat," katanya kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020).

Mataram sendiribermakna 'Mata Rantai Manusia.'

"Maknanya alam jagad bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun. Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," ungkapnya.

Wijoyo menjelaskan jika pada batu terukir gambar Cakra yang menggambarkan waktu dan kehidupan manusia.

Tribun Jateng
Tribun Jateng

Baca Juga: Baru Terungkap 2 Hari Setelah Kematiannya, Ternyata Lina Tak Direstui Menikah dengan Teddy: 'Lebih Enak Tidur di Keraton, Ibaratnya kan Gitu'

Sementara di dalam cakra itu terdapat 9 dewa.

Ada pula ukiran Trisula yang menurutnya memiliki makna keilmuan.

Kemudian ada gambar telapak kaki yang bermakna sebagai tetenger atau penanda.

"Telapak kaki ini artinya adalah jejak atau petilasan. Kaki itu adalah tetenger (penanda) kaisar," jelasnya.

Baca Juga: Bertahun-tahun Jadi Langganan Keluarga Cendana dan Keraton Yogyakarta, Wanita Ini Bikin Pernikahan Agus Harimurti dan Annisa Pohan Jadi Peristiwa Tak Terlupakan

Wijoyo mengaku mengukir batu prasasti milik kerajaan Keraton Agung Sejagat hanya dalam waktu dua minggu.

Batu tersebut diukir sekitar tiga bulan yang lalu.

Fungsi batu tersebut sebagai penanda atau prasasti.

Menurut Empu Wijoyo, tulisan Jawa yang tertera pada batu memiliki arti sebuah pertanda bahwa ini adalah soko atau kaki - tanda peradaban dimulai.

Tribun Jateng
Tribun Jateng

Baca Juga: 7 Fakta Dokter Reisa Broto Asmoro, Jadi Puteri Indonesia hingga Dinikahi Pangeran Termuda Keraton Surakarta

"Kerajaan ini adalah kerajaan dengan sistem damai. Artinya tanpa perang, berkuasa, oleh karena itu ditandai dengan deklarasi perdamaian dunia," katanya.

Seperti halnya punggawa-punggawa lainnya, Wijoyo menjelaskan, kekuasaan seluruh dunia berada di bawah naungan Keraton Agung Sejagat.

"Negara-negara di dunia adalah fasal-fasal atau menjadi bagian dari kami."

"Mataram itu di semua negara ada. Mataram maksudnya adalah nama 'Mata Rantai Manusia'. Di mana ada kehidupan, di situ ada bumi," ujarnya.

Baca Juga: Semua Serba Putih, Begini Suasana ketika Thomas Raffles Menjarah dan Menaklukkan Keraton Yogyakarta

Konteks yang dijelaskan oleh Wijoyo sama sekali tidak ada hubungannya dengan kerajaan Mataram.

Dia hanyalah sebatas empu atau tukang, sedangkan konsep tersebut sendiri berasal dari Totok Santoso Hadiningrat.

Pada batu itu terdapat pula logo ukiran simbol siang atau malam, hitam atau putih, yang melambangkan kehidupan.

Ada pula gambar dua macan sebagai simbol penjaga serta ukiran empat penjuru mata angin, dan logo kerajaan Majapahit.

Baca Juga: Inilah Abdi Dalem Cilik dan Paling Muda di Keraton Yogyakarta, Sudah Mengabdi Sejak Usia 15 Bulan

Pada bagian bawah batu ada gambar baruna naga yang artinya lautan.

Sebelum ikut menjadi punggawa, Wijoyo berprofesi sebagai tukang relief yang sering membuat pahatan.

"Saya kerja serabutan, tapi kanjeng Sinuhun yang meminta saya membuatkan ukiran ini sehingga saya membuat. Soal desain berasal dari Sinuhun sendiri," ungkapnya.

Batu prasasti itu kini dijadikan sebagai objek selfie dan keramaian pengunjung di Keraton Agung Sejagat.(Inza Maliana/Tribunnews)

Editor : Ervananto Ekadilla

Sumber : Kompas.com, Tribun Jateng, Tribunnews

Baca Lainnya