Gara-gara Bongkar Kejanggalan Anggaran Lem Aibon Rp 82,8 Miliar, Politisi PSI Ini Kena Sanksi

Minggu, 01 Desember 2019 | 08:45
Kompas | Tribunjakarta

Ima Mahdiah (kiri) dan Wiliam Aditya (kanan).

Suar.ID - William Aditya Sarana yang merupakan Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), mendadak jadi sorotan saat ia membongkar kejanggalan APBD DKI Jakarta pada akhir Oktober lalu.

William menemukan kejanggalan APBD di DKI Jakarta tahun 2020 yang di dalamnya terdapat anggaran sebesar RP 82,8 miliar untuk membeli lem aibon.

Namun, setelah keberaniannya membongkar kejanggalan APBD di DKI Jakarta, William kini harus rela dijatuhi sanksi oleh Badan Kehormatan DPRD DKI jakarta.

Baca Juga: Dari Heboh Anggaran Lem Aibon hingga Dituntut Pengacara Senior, Kini Anies Baswedan Terancam Tak Bisa Terima Gajinya! Rupanya Inilah Penyebabnya

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Fraksi PDI-Perjuangan Ima Mahdiah mengingatkan Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana agar ke depannya jika menemukan anggaran janggal, maka harus dibahas terlebih dahulu dalam rapat atau forum sebelum diunggah ke media sosial.

Hal ini agar tidak terulang kasus yang sama, yakni dilaporkannya ke Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta.

William dilaporkan karena dianggap melanggar kode etik dengan membongkar anggaran ganjil dalam draf KUA-PPAS untuk APBD 2020.

"Tetap bisa (unggah anggaran ke media sosial). Tapi lebih baik dibicarakan terlebih dahulu di forum rapat sebelum di sosmed," ucap Ima kepada Kompas.com, Sabtu (30/11/2019).

Baca Juga: Sempat Heboh Masalah Anggaran Lem Aibon, Kini DPRD DKI Pertanyakan Anggaran CAP Capai Rp 556 Juta Untuk Satu RW!

Apalagi, anggaran janggal yang dibongkar William seperti anggaran lem aibon sebesar Rp 82,8 miliar dan anggaran pengadaan pulpen sebesar Rp 123 miliar masuk dalam plafon anggaran milik Dinas Pendidikan.

Dinas Pendidikan dinaungi oleh Komisi E DPRD DKI Jakarta.

Sedangkan William adalah anggota Komisi A bidang pemerintahan.

Sehingga, menurut Ima, ada baiknya William mengurusi komisinya bukan komisi yang lain.

"Karena William bukan komisi E. (Periksa anggaran) sesuai dengan komisinya. Selain bukan komisi, dia hanya disampaikan di sosmed saja bukan di forum rapat," tuturnya.

Menanggapi itu, Wakil Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Justin Adrian Untayana menyesalkan rekomendasi sanksi teguran lisan yang dikeluarkan Badan Kehormatan DPRD DKI terhadap William.

Menurut Justin, William menyampaikan fakta soal anggaran janggal sebagai bagian dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Fraksi PSI berpendapat bahwa William tidak melanggar kode etik DPRD DKI Jakarta.

Baca Juga: Heboh Anggaran Lem Aibon Tidak Wajar, Ahok Ungkapkan Cara 'Mudah' Atur APBD DKI Jakarta

"Saya sangat menyesalkan rekomendasi tersebut karena pada dasarnya apa yang dilakukan oleh William ini bukanlah merupakan suatu kebohongan," ujar Justin di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jumat (29/11/2019).

Melansirdari chanel YouTube KompasTV, Anggota Badan Kehormatan DPRD DKI fraksi PSI, August Hamonangan mengungkapkan bahwa belum ada vonis bersalah kepada William hingga sekarang.

"Saya mau menyampaikan sedikit klarifikasi dan menjernihkan bahwa belum ada vonis bersalah terhadap bro William," jelas August Hamonangan.

August mengatakan bahwa yang ada adalah surat rekomendasi dari Badan Kehormatan (BK) yang diberikan kepada ketua DPRD.

Dari surat rekomendasi tersebut ada beberapa poin yang disepakati bersama, yakni yang dilakukan oleh William adalah fungsi dari penguatan dewan.

"Tapi yang jelas dari surat rekomendasi ada beberapa poin yang kita sepakati, artinya bahwa apa yang dilakukan William ini adalah sebagai fungsi penguatan dewan," terang August.

Dalam kode etik keputusan DPRD Nomor 34 Tahun 2006 anggota DPRD dalam melakukan hubungan kemitraan dengan eksekutif harus kritis, adil, dan profesionaliltas.

"Jadi penguatan fungsi dewan ini yang mana diharuskan di dalam kode etik keputusan DPRD Nomor 34 Tahun 2006, bahwa dalam melakukan hubungan kemitraan dengan eksekutif itu dewan anggota DPRD harus kritis, adil, dan dia harus profesional," ungkap August.

Baca Juga: Dua Kepala Dinas DKI Mendadak Mengundurkan Diri, Apakah karena Viral Anggaran Lem Aibon dan Bolpoin yang Menghebohkan?

Tiga hal tersebut yang akhirnya menjadi kesepakatan semua anggota BK.

"Nah tiga hal ini kita sepakati semua anggota badan kehormatan setuju dengan apa yang dilakukan terkait dengan kritis, stabil dan profesional," jelas August.

Namun, menurut August Hamonangan ada perbedaan pendapat antar anggota BK saat membahas mengenai proporsionalitas.

"Tapi yang berbeda adalah pada saat kita sampai di pengertian proporsionalitas, nah di situ ada beberapa pandangan yang berbeda, yang satu di antaranya menyebutkan bahwa pernyataan dari William belum atau tidak proporsionalitas," jelasnya.

August Hamonangan kemudian menuturkan ada beberapa anggota BK yang menyampaikan bahwa tindakan yang dilakukan William sudah Profesionalitas.

"Jangan ditempatkan bahwa posisi William ditempatkan William sebagai komisi A, tetapi sebagai anggota DPRD DKI Jakarta yang mana itu punya fungsi melakukan pengawasan, dan juga pembahasan atau persetujuan terhadap anggaran," terang August.

Tag

Editor : Adrie P. Saputra

Sumber Kompas.com, tribunnew.com