Ramai Soal Toxic Positivity: Niatnya Ingin Memberi Semangat, Malah Justru Jadi 'Racun', Kok Bisa?

Minggu, 27 Oktober 2019 | 11:30
Pixabay

Sebagian orang menganggap ujaran

Suar.ID - Ada kalanya kata-kata penyemangat dari orang terdekat justru menjadi racun bagi orang-orang yang tengah bermasalah.

Bagi sebagian orang, ujaran "jangan menyerah", "kamu masih lebih beruntung dari yang lainnya", atau "be positive" cukup ampuh mematahkan pikiran dan perasaan buruk mereka.

Namun, bagi sebagian lainnya, hal tersebut justru membuat mereka makin merasa kecil diri, bahkan bisa menjadi pemicu gangguan psikis.

Belum lama ini, tagar #ToxicPositivity menjadi trending di media sosial Twitter.

Tagar ini menjadi bahan perbincangan setelah banyak netizen menyoroti tentang fenomena perilaku masyarakat yang tidak berempati pada masalah orang lain.

Baca Juga: Curhatan Pilu Seorang Ibu Rumah Tangga yang Divonis 18 Tahun Penjara Karena Kasus Narkoba, Diceraikan Suami hingga Keguguran dalam Penjara

Tangkap layar Twitter
Tangkap layar Twitter

Toxic Positivity menjadi salah satu trending di media sosial Twitter

Bahkan, tak jarang orang mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja dan membandingkan masalah orang lain dengan masalahnya sendiri.

Trending mengenai toxic positivity ini pun juga lahir dari kebiasaan masyarakat yang selalu memaksa orang lain untuk memiliki sikap yang positif tentang kehidupan setiap saat.

Namun sebenarnya, apa itu toxic positivity?

Melansir Psychology Today, ungkapan toxic positivity mengacu pada konsep bahwa seseorang hanya berfokus pada hal-hal positif, namun menolak apa pun yang dapat memicu emosi negatif.

Kata-kata seperti "seharusnya kamu lebih bersyukur" atau "coba pikirkan hal-hal bahagia" ternyata tidak benar-benar bisa membantu orang yang sedang mengalami kesulitan.

Bahkan menurut psikolog Mary Hoang seperti dilansir dari laman Elle Australia, kata-kata penyemangat yang dianggap positif sering kali bisa membuat orang merasa lebih buruk.

Baca Juga: Publik Figur yang Terjerat Kasus Prostitusi di Batu Malang Dipulangkan, Blak-blakan Mengenai Keterlibatannya di Prostitusi Online dan Putri Pariwisata

Hal ini memang terdengar bagus, tetapi tidak semua orang dapat menerimanya, terutama mereka yang sedang membutuhkan bantuan.

Ketika seseorang menyangkal atau menghindari emosi yang tidak menyenangkan, maka dia membuat emosi negatif tersebut berubah menjadi lebih besar.

Apalagi manusia tidak dapat memprogram dirinya sendiri untuk bahagia.

Dengan menghindari emosi sulit, maka seseorang akan kehilangan informasi yang berharga.

Ini karena emosi yang ada mampu memberitahu manusia mengenai gambaran tentang apa yang terjadi pada saat tertentu.

Tetapi sebaliknya, emosi tidak dapat memberi tahu seseorang untuk bereaksi atas suatu masalah.

Sebagai contoh, jika Anda takut akan anjing dan melihatnya di depan, maka itu tidak berarti Anda tidak harus melewatinya.

Perasaan tersebut berarti Anda hanya menganggap anjing merupakan ancaman potensial atau begitulah cara emosi bekerja.

Baca Juga: Masih Ingat Selir Cantik Raja Thailand yang Gelarnya Dicabut? Dirinya Kini Dikabarkan Hilang dari 'Muka Bumi'

Begitu seseroang mengidentifikasi emosi, dia akan memutuskan apakah akan menghindari anjing tersebut tahu menghadapi ketakutannya.

Sayangnya, toxic postivity merupakan respons alami manusia ketika berhadapan dengan penderitaan atau masalah orang lain.

Ini karena mereka sering tidak berdaya atau merasa tidak nyaman ketika berhadapan dengan rasa sakit orang lain.

Menerima emosi yang sulit dapat membantu mengatasi dan mengurangi intensitas emosi tersebut.

Untuk mengurangi emosi, Anda bisa mengatasinya dengan berbagi perasaan tersebut dengan orang lain.

Hal ini dapat melepaskan rasa sesak di dada termasuk hal-hal negatif.

Selain itu, yang paling penting adalah meningat bahwa emosi membantu seseorang memahami banyak hal.

Baca Juga: Kocak! Gara-gara Bocah ini Momen Haru Ruben Onsu dan Sarwendah Jadi Rusak! Netizen: 'Woy Aku Ngakak'

Jika Anda sedih meninggalkan pekerjaan, itu mungkin berarti pengalaman itu bermakna.

Jika Anda merasa cemas tentang presentasi, itu mungkin berarti Anda peduli dengan apa yang Anda rasakan.

Emosi bukan hanya cara bagi pikiran kita untuk mengarahkan kita pada apa yang terjadi, emosi dapat menyampaikan informasi orang-orang di sekitar kita.

Bahkan, memperhatikan dan memproses emosi yang datang dan pergi dapat membantu Anda lebih memahami diri sendiri, dan orang-orang di sekitar Anda.

Selain itu, jika Anda berhadapan dengan orang yang sedang menghadapi masalah, maka tidak perlu menambah beban mereka dengan membandingkan dengan pengalaman pribadi atau orang lain.

"Tanggapan yang jauh lebih bermanfaat dan valid adalah mendengarkan dengan niat untuk memamhami, bukan memecahkan masalah dan membiarkan siapa pun yang menderita tahu bahwa tidak apa-apa bagi mereka untuk merasakan apa pun yang mereka rasakan," ucap Hoang.

Anda perlu mengetahui jika manusia perlu merasakan beragam emosi termasuk sakit, marah, dan kecewa. (Rosiana Haryanti)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judulRamai soal Toxic Positivity, Saat Ucapan Semangat Justru Jadi "Racun"

Baca Juga: Masih Pengantin Baru, Jerinx SID Pede Akui Bisa Puaskan Istri sampai 11 Kali Semalam, Kini Pamer Foto USG, Nora Alexandra Berbadan Dua?

Editor : Adrie P. Saputra

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya