Cannabidiol sendiri adalah obat yang dibuat dari ekstrak ganja atau mariyuana yang digunakan sebagai obat-obatan untuk beberapa penyakit.
Legalisasi ganja telah menyebar ke berbagai negara, misalnya, Amerika Serikat, Amsterdam, dan mulai banyak negara yang mempertimbangkan hal ini.
Sebelumnya, para peneliti di WHO berdebat selama berbulan-bulan untuk memastikan khasiat dan efek samping yang mungkin ditimbulkan dari pemakaian ganja medis ini.
Laporan yang diterbitkan padaa tanggal 13 Desember 2017 ini kemudian menyatkan beberapa khasiat ganja medis untuk dunia pengobatan.
Contohnya, CBD akan berguna dalam pengobatan kanker, epilepsi, alzheimer, parkinso, dan beberapa jenis penyakit lainnya.
Baca Juga : Cuma Dibekali Rp100 Ribu, Anak Miliarder Ini Disuruh Ayahnya Jadi Orang Miskin
WHO juga menegaskan bahwa penggunaan CBD sesuai dengan petunjuk dokter tidak akan menimbulkan ketergantungan dan tidak membawa risiko pada pasien.
Meski begitu, tetap saja WHO meminta pada seluruh dokter untuk membatasi penggunaan CBD dan bukan menggunakannya sebagai obat-obatan utama yang bisa diresepkan ke semua orang.
Sementara itu, WHO masih akan terus melakukan penelitian lanjutan untuk meneliti secara keseluruhan zat yang tedapat dalam ganja dan rencananya akan dilakukan tahun 2018 nanti.
Dalam laporan yang sama, WHO juga memberi instruksi untuk membatasi obat jenis fentanyl, yang biasa digunakan di Amerika karena obat tersebut menyebabkan kematian beberapa penggunanya yang mengalami kecanduan.
Juru bicara WHO mengatakan, "ada peningkatan minat dari negara-negara anggota dalam penggunaan ganja untuk indikasi medis termasuk untuk perawatan pengobatan"