Tak banyak kami ajukan pertanyaan, karena berdasarkan daftar pertanyaan yang kami kirimkan lebih dulu, sudah disusunnya garis besar riwayat hidupnya yang dibacanya sambil memberikan beberapa keterangan.
Tatkala bung Aidit duduk di sekolah dasar HIS Blitung, pak guru St. Indra bertanya kepadanya dalam mata pelajaran ilmu bumi. Di Digul ada apa?
Jawabnya, “Ada banyak orang pandai.” Pak guru agak terkejut dan murid itu diberinya angka baik. Jawaban itu didapatkan Dipa Nusantara Aidit dari ayahnya.
Ayahnya suka membaca surat kabar misalnya Pemandangan. Kepada anak-anaknya, sering ia berceritera tentang pemimpin-pemimpin masa itu seperti Soekarno, Hatta, pemuka-pemuka lain yang banyak dibuang ke Digul. Mereka itu orang pandai-pandai. Ini berkesan pada Aidit kecil.
Nama ayahnya Abdullah Aidit, seorang buruh perkebunan tamatan sekolah HIS. Dipa Nusantara Aidit kelahiran Medan tanggal 30 Juni 1923.
Kemudian keluarganya pindah ke Belitung dan di sanalah ia menamatkan sekolah dasar. Saudaranya empat dengan dia, semuanya lelaki: Basri, Sobron, Murad, dan D.N. Aidit.
Semuanya pengikut Marx dan Lenin, hanya ada yang aktif ada yang tidak. Ibunya meninggal tatkala bung Aidit berumur 6 tahun.
Di Belitung ada tambang. Sering bung Aidit bersama teman-temannya masuk ke tambang sampai 200 m di bawah tanah. Kontras antara kehidupan buruh dan majikan berkesan padanya.
Begitu pula nasib yang dialami ayahnya. Sekalipun pendidikannya lebih tinggi, ia tetap buruh, sedangkan kepalanya, orang Belanda yang lulus sekolah dasar saja tidak, lagi tolol dalam pekerjaan.
Abdullah Aidit oleh anaknya dilukiskan sebagai seorang Muslim liberal. Liberal dalam arti membiarkan anak-anaknya memilih ideologi, lapangan hidup dan kawan hidup menurut kehendak mereka sendiri-sendiri.
Sekitar tahun 1937 bung Aidit tiba di Jakarta, masuk sekolah dagang sambil mengikuti kursus bahasa-bahasa asing. Karena biaya macet, tidak sampai tamat.
Malahan pernah ia bekerja sebagai pembuat lubang kancing pada tukang jahit. Katanya, ia pun suka sekali ke museum membaca buku-buku.