"Saya sudah kaya sebelum mengenal ibu Seada. Namun, ketika saya berdiri di depan ibu dan anak yang miskin dan sedang sakit yang tidak tergoda dengan setumpuk uang yang dipungutnya itu, apalagi saat itu mereka sedang membutuhkan uang, saya merasa mereka bahkan jauh lebih kaya dari saya, karena mereka memegang teguh prinsip hidup yang mulia. Itu adalah prinsip yang sangat minim dimiliki pengusaha."
"Harta yang saya dapatkan semuanya ini hampir berasal dari berbagai trik dan intrik. Adalah mereka yang membuat saya sadar bahwa modal hidup terbesar dalam hidup seseorang adalah perilaku."
"Saya mengadopsi Seada bukan untuk balas budi, juga bukan karena simpati. Tapi saya mengundang sesosok tauladan. Dengan adanya dia di sisi saya, saya bisa mengingat hal mana yang pantas atau tidak dilakukan dalam bisnis. Inilah alasan pokok saya belakangan yang membuat usaha saya terus berkembang makmur, dan saya menjadi miliarder."
"Setelah kematian saya, seluruh harta dan aset saya wariskan pada Seada sebagai penerusnya. Ini bukan hadiah, tapi demi agar usaha saya bisa lebih gemilang, saya yakin putra saya yang pintar bisa mengerti dengan pertimbangan matang saya selaku ayahnya."
Ketika putra Anderson pulang dari luar negeri, dia membaca dengan seksama surat wasiat ayahnya.
Dia segera tanpa ragu sedikit pun menandatangani persetujuan tentang surat warisan terkait harta termaksud.
"Saya setuju Seada mewarisi seluruh aset ayah saya. Saya hanya meminta Seada menjadi istri saya," katanya.
Melihat putra Anderson menandatangani surat persetujuan warisan tersebut, Seada merenung sejenak, lalu membubuhkan tanda tangan.
"Saya terima seluruh harta maupun aset dari Anderson, termasuk putranya," ujar Seada.