Salah satukarya jurnalistiknya yang paling dikenal adalah ketika ia mengabadikan kejadian di tempat pemakaman Santa Cruz di Dili tahun 1991.
Dalam rekamannya, TNI mengarahkan tembakan kepada orang-orang dalam peristiwa yang menewaskan 270 orang tersebut.
Rekaman tentara Indonesia menargetkan para pengunjuk rasa pro-demokrasi kemudian menarik perhatian dunia soal apa yang terjadi di Timor Timur.
Max Stahl kemudian menyembunyikan rekamannya itu di batu nisan, terlebih karena dia tahu itu akan membuatnya ditahan.
Setelahnya, rekaman itu dia selundupkan ke luar Timor Timur yang ketika itu masih wilayah Indonesia.
Max Stahl kembali ke Timor Leste pada 1999, berbarengan dengan prosesreferendum untuk menentukan masa depan kawasan tersebut.
Di kedatangan keduanya iniMax Stahl jugamerekam lagi berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi, setelah sebagian besar warga memutuskan untuk memerdekakan diri dari Indonesia dalam referendum yang diawasi oleh PBB.
Max Stahl adalah salah satu dari sedikit wartawan asing yang tetap berada di Timor Leste, ketika banyak wartawan asing sudah meninggalkan negara tersebut akibat banyaknya kekerasan.
Max Stahl pernahmendapatkan Rory Peck Award dari Amerika Serikat, sebuah penghargaan yang diberikan kepada juru kamera freelance yang bekerja di daerah konflik.
Jose Ramos-Horta, penerima Nobel yang juga mantan presiden dan perdana menteri Timor Leste, pernah mengatakan "hanya ada beberapa titik dalam sejarah Timor Leste yang mengantarkan mereka pada kemerdekaan".
Dan menurutnya peristiwa Santa Cruz yang terekam oleh Max adalah salah satu di antaranya.