"Meth adalah satu-satunya obat yang memiliki hubungan sangat kuat dengan aksi pembunuhan. Pecandu meth punya risiko membunuh sembilan kali lebih tinggi daripada bukan pemakai," katanya.
Untuk itu, Reza menegaskan, perbuatan pelaku yang membunuh dan juga pecandu narkoba benar-benar mengkhawatirkan.
"Pembunuh itu jelek. Pecandu juga jelek. Jika digabung, pembunuh sekaligus pecandu memunculkan sosok penjahat jelek sempurna."
"Tapi karena meth merusak otak, maka boleh jadi pembunuh tidak punya intensi dan kesadaran untuk membunuh," ujarnya.
Kendati demikian, Reza menuturkan, pembunuh dengan pengaruh methamphetamine tidak memberikan dampak apapun bagi ancaman pidananya.
Reza juga menyoroti seberapa berpengaruhnya penggunaan obat terlarang itu kepada hukumannya.
"Dengan gambaran sedemikian rupa pertanyaannya adalah apakah kondisi di bawah meth akan memberatkan atau justru tidak berdampak apa pun terhadap ancaman pidana bagi yang bersangkutan?"
"Dengan kata lain, membunuh saat berada di bawah efek meth tetap salah. Harus dihukum. Tapi tidak-serta pembunuh dengan kondisi seperti itu dapat dikenai pemberatan pidana," ujarnya.
Menurut Reza, penyelidikan polisi tentang tentang motif pelaku untuk membunuh korbannya harus didalami dengan penuh kehati-hatian.
Terlebih, jika ditemukan ternyata pelaku sudah tidak mengonsumsi obat-obatan terlarang.