Pada saat perayaan khusus dan akhir pekan, Yohanes kerap mengadakan pesta-pesta ala Eropa di rumahnya ini.
Selain orang Belanda, sejumlah kerabat Keraton diundang dalam pesta itu.
Diiringi alunan musik, para tamu dengan berpasangan biasa berdansa di ruang tengah, hingga akhirnya masyarakat setempat menyebut rumah mewah tersebut sebagai Loji Gandrung.
"Dulu, (Loji Gandrung) ini dipakai untuk Londo-londo pada berdansa. Kalau ada jamuan makam malam di ruangan ini, kalau dansa di ruang yang belakang. Nah, saya tidur di kamar yang ini," kata Rudy.
Selama bertahun-tahun Loji Gandrung diwariskan secara turun-temurun kepada keturunan Yohanes hingga akhirnya Belanda meninggalkan Indonesia dan bangunan ini dikuasai oleh Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, Loji Gandrung pernah digunakan sebagai Markas Militer Brigade V Slamet Riyadi, dengan Gubernur Militer dipegang oleh Gatot Subroto.
Maka tak heran, sebuah patung Gatot Subroto bisa dilihat di halaman depan Loji Gandrung.
Tak lama setelah itu, Loji Gandrung beralih fungsi menjadi rumah dinas Wali Kota.
Rudy menjelaskan, bentuk bangunan Loji Gandrung berkiblat gaya Eropa dengan diselaraskan kondisi tropis di Indonesia.
Tak heran, bila pintu-pintunya dibuat tinggi agar sirkulasi udara lebih lancar.