Suar.ID - Hanya dua minggu lagi bagi Donald Trump yang akan resmi lengser dari jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).
Mengutip dari Kompas.com, berbagai gejolak mewarnai politik AS jelang kelengserannya.
Bahkan yang terbaru adalah penyerbuan Gedung Capitol.
Aksi Trump itu awalnya ditanggapi dengan tenang oleh para petinggi AS, tetapi kesabaran mereka belakangan ini tampaknya sudah habis.
Baca Juga: Pantas Sampai Bikin Gisel Mabuk Kepayang hingga Rela Khianati sang Suami, Ternyata Michael Yukinobu de Fretes Miliki Sederet Kehebatan IniLindsey Graham, senator senior AS dari South Carolina, mengatakan "Cukup, sudah cukup" di Kongres pada Kamis (7/1/2021) untuk menyelesaikan sertifikasi Joe Biden.
Di sekeliling mereka berserakan puing-puing bekas penyerbuan Capitol Hill, seperti pecahan kaca jendela dan peluru dari penembakan yang menewaskan seorang wanita.
Trump terisolasi Dukungan untuk Trump semakin menipis di Gedung Putih, bahkan Partai Republik berpaling darinya. Sementara itu, Partai Demokrat lebih tegas.
Mereka mendorong pejabat pemerintah mengaktifkan Amendemen ke-25 yang menyatakan presiden tak lagi mampu menjalankan tugasnya.
"Presiden seharusnya tidak menjabat lagi, satu hari pun," kata Senator Chuck Schumer kemarin, yang akan memimpin Senat ketika mayoritas baru dari Demokrat mulai menjabat.Ia meminta Wakil Presiden Mike Pence mengaktifkan Amendemen ke-25 dan segera mendepak Trump. Schumer berkata, alternatif bagi Kongres adalah berkumpul lagi untuk memakzulkan presiden.
Deretan orang dalam presiden ke-45 AS itu juga mulai mundur satu per satu.
Terbaru, Mick Muvalney, kepala staf Trump, keluar pindah sebagai utusan untuk Irlandia Utara, lapor televisi CNBC.Menurut Muvalney, satu per satu kepergian orang dekat Trump bisa diikuti eksodus lainnya sebelum pelantikan Biden pada 20 Januari.
"Bagi mereka yang memutuskan bertahan, dan saya sudah berbicara dengan sebagian dari mereka, memilih bertahan karena khawatir presiden bisa memasukkan orang yang lebih buruk," katanya dikutip dari AFP.
Sebelumnya pada Rabu (6/1/2021), Wakil Penasihat Keamanan Nasional Matt Pottinger sudah mengundurkan diri, diikuti Stephanie Grisham, juru bicara ibu negara Melania Trump.
Trump sendiri tidak bisa marah-marah di media sosial seperti biasanya karena diblokir oleh Facebook, Twitter, dan Instagram. Baru kali ini ada presiden dengan kasus begitu.
Bagaimana ke depannya?
Sampai 20 Januari Trump masih memegang semua kendali di AS, mulai dari kode rudal nuklir hingga tombol merah di meja Oval Office untuk memanggil kepala pelayan membawakan Diet Coke kesayangannya.
Dalam dua minggu ke depan, sebagaimana dianalisis AFP, kekacauan demi kekacauan masih berpeluang terjadi.
Seperti yang sudah digembar-gemborkan Trump sejak kalah pemilu AS pada November lalu, dia tidak benar-benar percaya harus angkat kaki dari Gedung Putih.
Lalu, jika memang dia harus lengser, Trump kerap "mengancam" akan balas dendam pada pilpres Amerika Serikat 2024.
Potensi Trump 2.0 ini membuat capres lain dari Partai Republik jadi khawatir karena pebisnis yang pernah main film Home Alone itu pastinya akan jadi yang terdepan.
Padahal, senjata-senjata politik yang dilancarkannya akhir-akhir ini berbalik menyerangnya sendiri.
Terlepas dari kerusuhan Capitol Hill, ada fakta memalukan lainnya bahwa Trump gagal mencegah dua calon Senat Republik kalah di Georgia, sehingga harus merelakan kendali Kongres jatuh ke tangan Demokrat.
Namun, dalam mentalitas Trump yang berapi-api, itu bukan akhir segalanya.
"Ini bukan lagi Partai Republik mereka. Ini adalah Partai Republik Donald Trump," kata putranya, Donald Trump Jr, kepada massa pro-Trump yang berunjuk rasa.
Menurut survei Axios-SurveyMonkey pekan ini, 62 orang Republik masih tidak terima Biden menang pada pemilu Amerika Serikat.(Kompas.com)