Sedangkan materi permohonan dibacakan oleh Kurniawan Adi Nugroho selaku kuasa hukum MAKI dan Lembaga Pengawas dan Pengawal Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).
Materi permohonan yang dibacakan, terdapat 16 poin, salah satunya adalah, hingga permohonan praperadilan aquo diajukan ke PN Jaksel, termohon II (Bareksrim Polri) tidak menetapkan tersangka dan termohon III (Kejati DKI) tidak segera mengajukan berkas perkara untuk dilakukan penuntutan ke Pengadilan Tidak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dengan berlarut-larutnya penetapan atas perkara pokok korupsi pembelian tanah Cengkareng, sudah seharusnya diambil alih oleh termohon IV, yakni KPK.
Baca Juga: Berkilah karena Lanjutkan Program Ahok, Wagub DKI Bahas APBD 2021 dengan Sistem Kebut
Namun, hal yang sama juga tidak dilakukan.
Menurut Boyamin, pihaknya mengajukan gugatan praperadilan mangkraknya kasus penyidikan perkara pembelian lahan di Cengkareng, untuk rumah susun (rusun) oleh Pemprov DKI Jakarta yang ditangani Bareskrim Polri.
Kasus tersebut telah bergulir sejak 2015, yakni pembelian lahan seluas 46 hektar dengan dana sebesar Rp 668 miliar lebih pada masa Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Bonyamin menyebut, lahan yang dibeli oleh Dinas Perumahan dan Gedung Perkantoran Provinsi DKI Jakarta dengan dana bersumber dari APBD DKI tersebut diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi.
Dugaan korupsi ini diperkuat dengan hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI kepada orang yang mengaku pemilih lahan bersertifikat adalah salah.
Selain itu, PN Jakbar memutuskan pelapor yang mengaku memiliki sertifikat atas lahan yang dibeli, tidak berhak menerima pembayaran karena tanah tersebut sudah menjadi milik negara.
"Diduga sertifikat yang dimilikinya asli tapi palsu," kata Boyamin.