Jenazah Achmad Yani luka tembaknya terbanyak, yakni 10 luka tembak masuk dan tiga luka tembak keluar.
Luka tembak Soetojo Siswomihardjo, S. Parman, dan D.I. Panjaitan, umumnya terdapat di kepala.
Pada jenazah P. Tendean, terdapat penganiayaan berat yang menyebabkan luka menganga pada puncak kepala dan dahi.
Kekerasan benda tumpul ditemukan pada jenazah Soetojo, S. Parman, dan R. Soeprapto.
Hanya jenazah M.T. Haryono yang tidak terdapat luka tembak, melainkan luka tusuk di bagian perut tembus ke punggung, serta di bagian tangan.
"Akibat ditusuk bayonet," kata Djaja menyimpulkan.
Djaja menyatakan, tidak perlu meragukan hasil kerja tim dokter yang mengautopsi korban G30S.
Saat itu mereka orang-orang yang berkompeten dalam ilmu kedokteran kehakiman, yang kini istilahnya kedokteran forensik.
Meski sudah terkubur empat hari, jenazah juga masih dapat diidentifikasi dengan baik.
"Sudah puluhan tahun meninggal saja tetap bisa diidentifikasi kok," kata ahli DNA yang pernah mengidentifikasi kerangka tentara Jepang yang mati di Papua pada Perang Dunia II ini.
Mungkin pertanyaan yang timbul saat ini, kata Djaja: mengapa tidak dilakukan autopsi dalam lewat pembedahan?
Jawabannya, karena perintah hanya sebatas itu. Dokter tidak berhak melanggar.