Dan plastik yang dibuat pada masa awal pun, kemungkinan masih ada hingga saat ini.
Studi terbaru dari University of Leeds yang dipublikasikan pada jurnal Sciencemengungkapkan, jika terjadi peningkatan konsumsi plastik atau tidak ada perubahan signifikan pada aksi daur ulang, diperkirakan Bumi akan memiliki 1,3 miliar ton sampah plastik pada 2040.
Dan World Economic Forum (WEF) bahkan memprediksi bahwa pada 2050, jumlah plastik di lautan akan lebih banyak dibanding ikan.
Plastik yang ada di laut bisa berasal dari daratan maupun perairan.
Polusi plastik dari perairan mengacu kepada sampah sisa-sisa alat penangkap ikan seperti jaring, tali, dan bangkai kapal.
Sementara yang dari daratan berasal dari kehidupan modern manusia, di mana plastik kerap digunakan sebagai 'barang sekali pakai' seperti botol, gelas, dan alat makan plastik, serta pembersih telinga.
Sampah-sampah ini akan sangat berbahaya bagi hewan laut karena mereka akan mengira plastik sebagai makanannya dan akhirnya mengonsumsinya.
Penyu misalnya, mereka tidak dapat membedakan kantung plastik dengan ubur-ubur, sehingga kerap mengonsumsinya tanpa sengaja.
Saat sampah plastik masuk ke pencernaan hewan laut, itu dapat menyebabkan penyumbatan dan akhirnya kematian.
Belum lama ini, sekelompok peneliti juga telah menemukan bukti bahwa mikroplastik–potongan, fragmen, dan serat plastik–ternyata terakumulasi pada kotoran manusia.
Artinya, setelah hewan laut memakan sampah plastik, manusia kemudian dapat ikut menelannya melalui tuna, udang, atau lobster, yang dikonsumsi.
Murah dan mudahnya produksi plastik telah mempopulerkan penggunaan plastik.