"Tentang swab dan rapid test dikatakan, disitu dia punya metode dan uji yang jauh lebih efektif dengan yang dia namakan dengan digital teknologi, itu biayanya cukup Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu."
"Nah, ini kan sangat merugikan pihak RS yang mana sebagaimana kita ketahui rapid dan swab itu bisa menyentuh ratusan bahkan jutaan," jelasnya.
"Jangan sampai ini dipercaya sama publik dan publik nanti beranggapan berarti selama ini masyarakat diperas, dibodohi bahwa ada pihak yang kemudian mengambil keuntungan, nah ini kan berbahaya," sambungnya.
Dalam kasus ini, pihaknya menjerat keduanya dengan pasal berbeda.
Dia menyebut professor Hadi Pranoto dijerat dengan pasal Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Sementara, Anji dijerat dengan pasal 28 ayat 1 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Undang-undang Informasi Teknologi dan Informasi (ITE).
Menurutnya, kepolisian harus meluruskan dan mengusut kasus tersebut.
"Itu yang harus diluruskan oleh pihak kepolisian, betul enggak ini penemuan, betul enggak ini kemudian berita bohong."