"Alasan semua hewan ini ada di pasar adalah karena keputusan yang dibuat pemerintah Tiongkok beberapa dekade lalu," katanya.
"Pada tahun 70-an, Tiongkok berantakan, kelaparan yang menewaskan lebih dari 36 juta jiwa, rezim komunis yang mengendalikan semua produksi pangan, gagal memberi 900 juta penduduk China,"Jelasnya
"Pada tahun 1978, di ambang kehancuran, rezim menyerahkan kendali ini dan mengizinkan pertanian swasta," imbuhnya.
"Sementara perusahaan besar semakin mendominasi produksi makanan populer seperti daging babi, unggas dan lainnya, petani kecil beralih menangkap hewan liar untuk bertahan hidup," sambungnya.
Menurut Li, proses hukum inilah yang mempercepat pertanian satwa liar di Tiongkok.
"Pada awalnya, kebanyakan rumah tangga petani, memelihara penyu di halaman belakang rumah," katanya.
"Sangat penting bagi pemerintah untuk mendorong orang mencari nafkah melalui kegiatan produksi apapun. Jika Anda bisa mengangkat diri dari kemiskinan, apapun yang Anda lakukan tidak apa-apa," tambahnya.
Kemudian tahun 1988, pemerintah membuat keputusan dalam bentuk perdagangan satwa liar di Tiongkok.
Undang-Undang itu mengatakan hewan sebagai sumber daya yang dimiliki negara, dan melindungi orang dari pemanfaatan sumber daya alam liar.
UU ini akhirnya mendororong domestikasi dan pembiakan hewan liar.